
JAKARTA – Dalam Islam, zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang memenuhi syarat tertentu. Lantas, yang menjadi pertanyaan, apakah zakat juga diwajibkan bagi anak yatim dan orang gila?
Secara bahasa, zakat berarti tumbuh, bersih, atau suci. Salah satu rukun Islam ini memiliki makna menyucikan harta, membersihkan diri, serta memperbaiki kondisi masyarakat melalui pemerataan ekonomi dan bantuan kepada golongan yang membutuhkan.
Dalam ajaran Islam, ibadah ini merupakan salah satu dari lima rukun yang menjadi fondasi agama, sehingga hanya mereka yang beriman kepada Allah dan Nabi ﷺ yang diwajibkan untuk menunaikannya.
Ada sejumlah syarat mutlak bagi kaum Muslim untuk menunaikan rukun Islam ketiga ini. Syarat tersebut termasuk baligh (dewasa), berakal, memiliki harta yang telah mencapai nishab (batas minimum), dan telah berlalu satu tahun (haul) atas harta tersebut. Lantas apakah semua orang diwajibkan, termasuk kepada anak yatim dan orang gila?
Berikut Ada Penjelasan Soal Zakat Pada Harta Anak Yatim dan Orang Gila:
Pertanyaan:
Apakah harta anak yatim dan orang gila wajib untuk dikeluarkan zakatnya?
Jawaban:
Harta yang dimiliki oleh anak yatim dan orang gila wajib dikeluarkan zakatnya, jika anak yatim dan orang gila tersebut adalah seorang muslim yang merdeka (bukan budak –pen.) dan benar-benar memiliki harta (yang sudah satu haul –pen.). Hal ini berdasarkan hadis dari ad-Daruquthni secara marfuu’, dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah bersabda,
مَنْ وُلِّيَ مَالُ اليَتِيمِ فَلْيَتَّجِرْ بِهِ وَلَا يَتْرُكُهُ حَتَّى تَأْكُلَهُ الصَّدَقَةُ.
“Barangsiapa yang diamanahi untuk mengurus harta anak yatim, hendaklah dia mengelola harta tersebut (dengan baik), janganlah sampai ia biarkan harta tersebut habis karena kewajiban zakat.”
Imam Malik juga meriwayatkan dalam kitab al-Muwaththa’-nya, dari Abdurrahman bin al-Qasim, bahwa ayahnya pernah berkata,
كَانَتْ عَائِشَةُ تَلِينِي وَأَخًا لِي يَتِيمَينِ فِي حَجْرِهَا، فَكَانَتْ تُخْرِجُ مِن أَمْوَالِنَا الزَّكَاةَ.
“Aisyah adalah wali yang mengasuh aku dan saudaraku yang yatim. Beliau juga mengeluarkan zakat dari harta kami.”[1]
Di antara ulama yang berpendapat wajibnya zakat pada harta anak yatim dan orang gila, ialah Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Jabir, Aisyah, dan al-Hasan bin Ali, hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Mundzir.
Sumber:
Khalid al-Juraisy, Al-Fataawaa asy-Syar’iyyah fii al-Masaail al-‘Ashriyyah min Fataawaa ‘Ulamaa al-Balad al-Haraam, Bab: az-Zakaah, no. 28, hal. 265. Lihat juga: al-Lajnah ad-Daa’imah, fataawaa az-Zakaah, yang disusun oleh Muhammad al-Musnad, hal. 11.
Alih bahasa:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] HR. Malik dalam kitabnya al-Muwaththa’, no. 587.