Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
فَقَالَ اللهُ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Amma ba’du
Masalah yang sangat penting dalam akidah, dan merupakan pokok utama dari prinsip-prinsip akidah Islam yang membedakan pengikutnya, adalah masalah al-wala’ wa al-bara’ (loyalitas dan permusuhan). Masalah ini memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam agama kita dan berhubungan langsung dengan iman. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu ‘anhu:
“إن أوثق عرى الإيمان أن تحب في الله وتبغض في الله”
Artinya: “Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.”
Makna dari al-wala’ adalah cinta dan dukungan, sedangkan al-bara’ adalah kebencian dan permusuhan. Dalam Islam, al-wala’ wa al-bara’ berarti bahwa kita menunjukkan loyalitas dan permusuhan semata-mata karena Allah, mencintai karena-Nya dan membenci karena-Nya. Seorang Muslim harus memperhatikan prinsip ini dalam membangun hubungan dengan orang lain agar merasakan manisnya iman. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu:
“ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله، وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار”
Artinya: “Tiga perkara yang siapa saja memilikinya akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya, (2) mencintai seseorang hanya karena Allah, dan (3) membenci untuk kembali kepada kekufuran seperti kebenciannya untuk dicampakkan ke dalam api neraka.”
Telah datang banyak ayat dan hadits yang memperingatkan tentang menjalin hubungan dengan orang-orang kafir dan menegaskan permusuhan terhadap mereka.
Allah تعالى berfirman:
“لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ” (آل عمران: 28)
Artinya: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (penolong) selain orang-orang mukmin. Barang siapa yang melakukan hal itu, maka ia tidak lagi bersama Allah sedikit pun, kecuali kalian takut terhadap mereka (dalam keadaan darurat). Dan Allah memperingatkan kalian dari diri-Nya sendiri, dan hanya kepada Allah-lah tempat kembali.”
Allah تعالى juga berfirman:
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ” (المائدة: 51)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia (wali), sebagian mereka adalah teman setia sebagian yang lain. Barang siapa di antara kalian yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya orang tersebut termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Saudaraku sekalian, aqidah kita melarang kita untuk menjalin hubungan baik dengan orang-orang kafir, musyrikin, Yahudi, Nasrani, dan Majusi, yang memerangi agama kita meskipun mereka adalah kerabat terdekat kita.
Allah تعالى berfirman:
“لاَّ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُواْ آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ” (المجادلة: 22)
Artinya: “Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka itu adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, atau keluarga mereka.”
Ayat ini menunjukkan bahwa seseorang tidak dianggap beriman jika ia mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun itu adalah kerabat terdekatnya.
Salah satu prinsip akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah bahwa siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir atau meragukan kekafiran mereka, maka dia telah kafir.
Ada berbagai bentuk al-wala’ (loyalitas) terhadap orang kafir, sebagian di antaranya adalah kekafiran dan sebagian lainnya berisiko. Hal ini dijelaskan dalam buku-buku para ulama.
Banyak Muslim yang mengabaikan prinsip penting ini (loyalitas dan permusuhan), terutama dengan semakin banyaknya perbedaan di antara orang kafir dan semakin meningkatnya fitnah. Banyak Muslim yang tidak memahami konsep permusuhan terhadap orang musyrik dan malah menjadikan orang kafir sebagai teman yang dicintai, bahkan lebih mencintai mereka daripada sesama Muslim.
Perlu diingat bahwa salah satu bentuk paling berbahaya dari loyalitas terhadap orang kafir adalah membantu dan mendukung mereka melawan orang Muslim dengan cara apa pun. Ini termasuk dalam bentuk permusuhan terhadap orang kafir dan merupakan salah satu sebab terjadinya kekafiran.
Di antara bentuk-bentuk loyalitas terhadap orang kafir adalah mempekerjakan mereka dengan kepercayaan, memberikan posisi kepada mereka, menjadikan mereka sebagai penasehat, serta memberikan mereka pekerjaan yang menyimpan rahasia Muslim.
Allah تعالى berfirman:
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ” (آل عمران: 118)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang yang bukan dari golongan kalian sebagai penasehat. Mereka tidak henti-hentinya mencelakakan kalian, mereka ingin agar kalian menderita. Telah nampak kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka lebih besar lagi. Telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika kalian memahami.”
Di antara bentuk loyalitas terhadap orang kafir adalah berpartisipasi dalam perayaan mereka dan merayakan hari-hari besar mereka serta mengucapkan selamat kepada mereka.
Di antara bentuk loyalitas terhadap orang kafir adalah meniru mereka dalam hal-hal yang menjadi ciri khas mereka, baik dalam berpakaian atau bentuk-bentuk lainnya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“من تشبه بقوم فهو منهم” (رواه أبو داود)
Artinya: “Siapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.”
Di antara bentuk loyalitas terhadap orang kafir adalah memuji mereka dan membela mereka sambil mengabaikan kekafiran mereka dan perbuatan buruk mereka yang dibenci oleh Allah.
Saudaraku sekalian,,
ada sebagian orang yang salah paham bahwa ada kompromi yang dapat kita lakukan agar Yahudi dan Nasrani puas kepada kita. Namun Allah تعالى berfirman:
“وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ” (البقرة: 120)
Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan puas kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah adalah petunjuk yang benar.’ Dan jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah ilmu yang datang kepadamu, maka kamu tidak akan mendapatkan perlindungan dari Allah dan tidak ada penolong bagi kamu.”
أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم
Khutbah Kedua
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و على آله وصحبه وسلم
Amma ba’du:
Suatu hari, Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu mengunjungi hakimnya Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu dan bertanya tentang sekretarisnya, yang ternyata adalah seorang Nasrani. Umar Radhiyallahu ‘anhu sangat marah dan menegur Abu Musa, lalu berkata: “Tidakkah engkau mendengar firman Allah:
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ” (المائدة: 51)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia (wali).” Tidakkah engkau mengambil seorang yang hanif (memeluk agama Islam) sebagai sekretaris?” Abu Musa menjawab: “Wahai Amirul Mukminin! Dia adalah sekretaris yang baik dan agamanya berbeda.” Umar berkata: “Janganlah kalian menghormati mereka karena Allah telah menghinakan mereka, janganlah kalian memuliakan mereka karena Allah telah merendahkan mereka, dan janganlah kalian mendekati mereka karena Allah telah menjauhkan mereka.”
Hadits dari Muslim dalam Shahihnya dan riwayat Imam Ahmad, dalam lafaznya dari ‘Urwah dari Aisyah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar ke Badar dan diikuti oleh seorang dari kalangan musyrikin. Orang tersebut mengikuti beliau hingga di dekat batu besar. Ia berkata: “Aku ingin mengikuti kalian dan memperoleh bagian dari harta rampasan.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apakah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?” Ia menjawab: “Tidak.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kembalilah, kami tidak akan meminta bantuan dari orang musyrik.” Kemudian ia mengikuti lagi dan ditanya hal yang sama. Setelah itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membawanya bersama mereka setelah orang itu mengaku beriman.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta bantuan dari beberapa individu kafir dalam Perang Khaybar dan Hunain, mungkin untuk menarik hati mereka dengan harta rampasan yang mereka terima. Oleh karena itu, para ulama menyebutkan syarat-syarat untuk meminta bantuan dari orang kafir dalam peperangan, salah satunya adalah kebutuhan yang mendesak dan urusan umat Islam harus berada di tangan mereka, bukan di tangan orang kafir.
Saudara-saudara seiman,,,
Para ulama telah menjelaskan melalui bukti dari Al-Qur’an dan Sunnah bahwa hubungan kita dalam hal Wala’ dan Bara’ terbagi menjadi tiga kategori:
- Kategori Pertama: Orang-orang yang wajib kita cintai karena Allah, tanpa ada kebencian. Ini termasuk para nabi, orang-orang yang benar (shiddiqin), para syuhada, dan orang-orang saleh, terutama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dari kalangan Muhajirin dan Ansar, serta orang orang yang mengikuti mereka dengan baik.
- Kategori Kedua: Orang-orang yang harus kita benci dan jauhi karena Allah, tanpa ada cinta. Ini mencakup orang-orang kafir, juga orang-orang munafik yang nyata-nyata memerangi agama, serta pelaku bid’ah yang menganggap dirinya Muslim tetapi menyebarkan ajaran sesat yang mengeluarkan mereka dari Islam.
- Kategori Ketiga: Orang-orang yang dicintai dalam satu aspek dan dibenci dalam aspek lain. Mereka ini mencakup orang-orang beriman yang memiliki amal baik dan dosa. Mereka dicintai sesuai dengan iman dan kebaikan yang ada pada mereka, namun dibenci sesuai dengan dosa dan kemaksiatan mereka. Ini juga termasuk pelaku bid’ah yang tidak mengeluarkan mereka dari Islam.
Saudara ku seiman..
Kemudian terakhir, kita perlu mengingat bahwa kebencian terhadap orang kafir tidak berarti kita boleh menyakiti mereka, berbuat zalim, atau tidak memberi hak-hak mereka. Agama kita mengajarkan keadilan dan etika yang baik
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ “إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ, يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا”.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ ، والبُخْلِ والهَرَمِ ، وَعَذَابِ القَبْرِ ، اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا ، وَزَكِّها أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ؛ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ؛ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ،
اللّهُمَّ وَلِّ عَلَيْنَا خِيَارَنا وَلَا تُوَلِّ عَلَيْنا شِرَارَنا.
اللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ فِيْنَا وَلَا يَرْحَمُنَا
اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.
عِبَادَ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ
Sumber : https://www.alukah.net/sharia/0/109359/الولاء-والبراء-خطبة/
Ditulis oleh : Abu Utsman Surya Huda Aprila