
JAKARTA – Seorang suami yang melarang istri dan putrinya memakai pakaian syar’i tentu saja bisa mendapatkan petaka dari Allah, bahkan siksa neraka yang pedih. Diperlukan adanya pendekatan bijaksana untuk memahami mengapa suami melarang istri dan putrinya berpakaian syar’i.
Akan tetapi, Allah ta’ala sudah jelas memerintahkan umatnya untuk menjaga keluarga dari fitnah, termasuk suami yang harus jaga harga diri keluarganya. Salah satu caranya ialah meminta istri dan purinya memakai pakaian syar’i. Untuk lebih jelasnya, simak pemaparan di bawah:
Bagaimana Jika Seorang Suami Melarang Istri dan Putrinya Memakai Pakaian Syar’i?
Pertanyaan:
Ada seorang lelaki yang telah menikah dan dikaruniai anak. Sang istri ingin mengenakan pakaian syar’i, akan tetapi suaminya melarang. Apa nasihatmu untuknya, wahai Syekh? Baarakallaahu fiik.
Jawaban:
Kami nasihatkan kepadanya untuk bertakwa kepada Allah ta’ala serta memuji-Nya, karena Allah telah memberikan kemudahan bagi istrinya untuk melaksanakan perintah-Nya, yaitu berupa mengenakan pakaian syar’i yang menutup seluruh tubuhnya demi keselamatan dirinya dari berbagai macam fitnah.
Allah ta’ala telah memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk memelihara diri dan keluarga mereka dari siksa api neraka. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya,
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُم نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالحِجَارَةُ عَلَيهَا مَلَآئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah para malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak membangkang kepada Allah terhadap apa diperintahkan kepada mereka, dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah.”[1]
Sementara itu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah menyampaikan, bahwa tanggungjawab keluarga itu dipikul pada pundak seorang lelaki (suami). Beliau pernah bersabda,
وَالرِّجَالُ فِي أَهْلهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَن رَعِيَّتِهِ.
“Seorang lelaki (suami) adalah pemimpin keluarganya, dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban (oleh Allah) atas kepemimpinannya.”[2]
Sungguh sangat tidak pantas bagi seorang suami memaksa istrinya untuk meninggalkan pakaian syar’i, kemudian menyuruhnya mengenakan pakaian haram yang bisa menimbulkan fitnah untuknya atau dari dirinya.
Sudah seharusnya bagi dia dan keluarganya untuk bertakwa kepada Allah. Hendaklah dia memuji Allah atas nikmat yang telah Dia karuniakan kepadanya berupa wanita salehah.
Adapun untuk sang istri, tidak boleh baginya menaati suami dalam perkara maksiat kepada Allah, karena haram hukumnya menaati makhluk dalam perbuatan maksiat kepada sang Khaliq (Allah).
Sumber:
Khalid bin Abdurrahman al-Juraisy, al-Fataawaa asy-Syar’iyyah fii al-Masaa-il al-‘Ashriyyah min Fataawaa ‘Ulamaa al-Balad al-Haraam, Bab: Fataawaa Nisaa-iyyah, no. 19, hal. 1084 (Cet. Pertama, th. 1999M/1420H), disampaikan oleh Syekh Bin Baz rahimahullah, dalam Kitaab ad-Da’wah, hal. 188-189.
Alih Bahasa:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] QS. At-Tahrim: 6.
[2] HR. Al-Bukhari, no. 2409 dan Muslim, no. 1829.