BEBERAPA HAL PENTING YANG BERKAITAN DENGAN SAFAR

BEBERAPA HAL PENTING YANG BERKAITAN DENGAN SAFAR

JAKARTA – Setiap orang yang merantau, jauh dari kampung halamannya atau safar, pasti suatu hari nanti dia ingin bisa kembali lagi ke rumah. Duduk bersama dengan keluarga, bercengkrama bersama membicarakan hal-hal indah yang selama ini telah terangkai dalam satu cerita.

Kita harus tahu beberapa hal penting yang berkaitan dengan safar, dengan harapan safar kita bisa diberkahi oleh Allah ta’ala dan kita dilindungi oleh-Nya selama dalam perjalanan:

1. Berdoa

Hal penting pertama yang harus kita perhatikan ketika akan safar, ialah berdoa. Meminta perlindungan hanya kepada Allah ‘azza wa jalla. Bukan kepada selain-Nya. Mengapa kita harus berdoa kepada Allah? Jawabannya ialah karena:

  • Allah-lah Dzat Yang Maha Pelindung.
  • Meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.

Ketika seorang hamba meminta perlindungan kepada selain Allah (semisal kepada setan atau dengan membawa benda-benda keramat yang diyakini akan kemistikannya), maka yang seperti ini bisa masuk dalam perbuatan syirik. Perhatikan firman Allah berikut ketika menceritakan tentang keadaan kaum Musyrikin,

﴿ وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ ﴾

“Mereka (orang-orang musyrik) menyembah (berdoa) kepada selain Allah yang tidak bisa sama sekali menimpakan mudarat maupun mendatangkan manfaat, dan mereka mengatakan, ‘Ini semua (berhala yang kami sembah) tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai pemberi syafaat kami kelak di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18).

Tentu, ini adalah perbuatan syirik yang harus dijauhi oleh kaum Muslimin. Sudah seharusnya mereka berdoa hanya kepada Allah, karena memang hanya Dia-lah Yang mampu memberikan keselamatan. Dia-lah Yang mampu mencegah kemudaratan.

Adapun bentuk dari meneladani Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, ialah berdoa sesuai dengan apa yang beliau ajarkan. Di antara doa yang diajarkan oleh Nabi kita, Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam ketika safar, ialah:

سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

Cara membaca doa dengan huruf latin:
[ Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna lahu muqrinin. Wa inna ila robbina lamun-qolibuun Allahumma innaa nas’aluka fii safarinaa hadza al birro wat taqwa wa minal ‘amali ma tardho. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa hadza, wathwi ‘anna bu’dahu. Allahumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli. ]

Artinya:
“Mahasuci Allah yang telah menundukkan (kendaraan ini) untuk kami, padahal sebelumnya kami tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, taqwa dan amal yang Engkau ridai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hal-hal yang kurang mengenakan dalam perjalanan, tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan keluarga.” (HR. Muslim, no. 1342).

Dianjurkan pula bagi orang yang hendak bersafar untuk mendoakan orang yang akan ia tinggalkan. Doa tersebut berbunyi,

أَستَودِعُكَ اللهَ الَّذِي لَا تَضِيعُ وَدَائِعُهُ.

“Kutitipkan engkau kepada Allah, Dzat yang tidak akan menyia-nyiakan sesuatu yang dititipkan pada-Nya.” (HR. Ibnu Majah, no. 2825. Dinilai shahiih oleh Syekh al-Albani).

2. Jangan safar sendirian

Apabila kita ingin bepergian jauh atau safar sebisa mungkin jangan sendirian. Selain untuk jaga-jaga dari kejahatan yang datang secara tiba-tiba, dengan adanya orang lain yang bersafar bersama kita akan membuat susasana menjadi “hidup” dan bisa untuk saling mengingatkan kebaikan atau mencegah kemungkaran. Sangat dikhawatirkan jika seseorang bersafar sendirian, dia akan lebih mudah tergoda oleh setan, sehingga sangat mudah untuk melakukan perbuatan maksiat. Terlebih lagi di malam hari.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah mengingatkan,

لو يَعْلَمُ الناسُ مَا فِي الوَحْدَةِ مَا أعلَمُ، ما سَارَ رَاكبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ.

“Andaikan orang-orang mengetahui akibat dari safar sendirian sebagaimana yang aku ketahui, niscaya mereka tidak akan bersafar sendirian di malam hari.” (HR. Al-Bukhari, no. 2998).

Hadis di atas menunjukkan kepada kita, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memperingatkan kita untuk tidak melakukan perjalanan jauh di malam hari secara sendirian. Hal ini dikarenakan banyaknya keburukan dan hal-hal yang membahayakan di waktu tersebut. Selain itu, di waktu malam merupakan momen para setan bersebaran.[1]

Dalam riwayat lain juga disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,

الرَّاكِبُ شَيْطَانٌ، وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ، وَالثَّلَاثَةُ رَكْبٌ

“Orang yang berkendaraan (bersafar) sendirian adalah setan, demikian orang yang bersafar hanya dua orang. Adapun yang bertiga, itulah orang yang bersafar dengan benar.” (HR. Abu Dawud, no. 2607, at-Tirmidzi, no. 1674, an-Nasa’i, no. 8798 dan Ahmad, no. 6748. Dinilai hasan oleh Syekh al-Albani dalam Sunan Abi Dawud).

Hadis ini menjelaskan kepada kita, bahwa hendaknya bersafar itu jangan sendirian, karena safar sendirian merupakan salah satu kebiasaan setan, dan biasanya ketamakan seseorang semakin bertambah ketika sedang sendirian. Apabila dia meninggal di tengah perjalanan, sangat dikhawatirkan tidak ada yang mengurus jenazahnya. Demikian pula dengan orang yang bersafar hanya berjumlah dua orang. Biasanya setan dengan leluasa menggoda salah satu dari mereka atau bahkan keduanya. Berbeda halnya ketika berjamaah.[2]

Oleh karena itu, bersafarlah dengan orang lain. Paling minimal berjumlah tiga orang. Dan jangan lupa, bersafarlah dengan orang-orang saleh, yang senantiasa mengingatkan kita pada kebaikan. Dengan demikian, safar kita akan diberkahi oleh Allah ‘azza wa jalla, insya Allah.

3. Dibolehkannya jamak qashar dalam salat

Ketika seseorang melakukan perjalanan jauh,[3] maka dia mendapatkan keringanan dari syariat, yaitu berupa diperbolehkannya bagi dia untuk menjamak salat dan meng-qashar-nya. Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma pernah menceritakan,

صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ لَا يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ ، وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ

“Aku pernah menemani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam safar, dan beliau tidak pernah menambah jumlah rakaat salat lebih dari dua rakaat. Demikian pula dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman. Semoga Allah meridai mereka semua.” (HR. Al-Bukhari, no. 1102 dan Muslim, no. 689).

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah mengatakan,

والقَصْرُ سَبَبُهُ السَّفَر خَاصَّة، لَا يَجُوز فِي غَير السَّفَر

“Diperbolehkannya meng-qashar salat hanya ketika sedang safar. Tidak boleh melakukannya di selain safar.”[4]

4. Menyibukkan diri dengan hal-hal bermanfaat selama dalam perjalanan

Sibukkanlah diri kita dengan hal-hal bermanfaat ketika di perjalanan, seerti membaca atau mendengarkan Al-Qur’an, atau membaca buku, menulis, menyimak kajian dan yang lainnya. Jangan sampai waktu yang kita habiskan dalam perjalanan untuk sesuatu yang dimurkai oleh Allah.

Renungkanlah, ketika terjadi suatu hal yang tidak dinginkan (semisal kecelakaan -na’udzubillahi min dzalik- ) tentunya kita menginginkan dalam keadaan yang baik. Sekarang coba bayangkan dan jawab pertanyaan berikut, “Ketika ada seorang musafir menyibukkan dirinya dengan mendengarkan musik, atau melihat film yang jorok, lalu terjadi kecelakaan pada dirinya dan meninggal dunia, kira-kira, dia meninggal dalam keadaan husnul khatimah ataukah su’ul khatimah ?” sekali lagi, renungkanlah dan jawab dalam hati kita masing-masing.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ.

“Di antara bentuk baiknya keislaman seseorang, ialah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2317. Dinilai shahiih oleh Syekh al-Albani).

5. Memperbanyak doa di sepanjang perjalanan

Ketika seorang musafir tidak menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang kurang bermanfaat, maka dia akan disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat. Di antaranya ialah berdoa. Mengapa harus memperbanyak doa sepanjang perjalanan? Jawabannya ialah, karena doa orang yang sedang safar mustajab. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berikut,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ.

“Ada tiga doa yang pasti dikabulkan oleh Allah, tidak mungkin tidak, yaitu; doa orang tua (untuk anaknya), doa orang yang sedang safar, dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Abu Dawud, no. 1536. Dinilai hasan oleh Syekh al-Albani).

6. Bertakbir ketika melalui tanjakan dan bertasbih ketika melalui turunan

Ketika bersafar, seringkali kita melewati medan jalan yang berbeda-beda. Terkadang ada jalan yang naik, ada pula yang turun. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita apabila melewati jalan yang tinggi, maka bertakbir dan apabila melewati jalan yang turun hendaknya bertasbih.

Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma menceritakan,

كُناَّ إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا وَ إِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا.

“Dahulu, ketika kami dalam perjalanan melewati jalan yang naik, maka kami bertakbir, dan apabila kami melalui jalan yang menurun, maka kami bertasbih.” (HR. Al-Bukhari, no. 2993).

Demikianlah beberapa hal penting yang sudah seharusnya kita perhatikan ketika bersafar. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Baarakallahu fiikum.

Ditulis oleh: Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H

[1] Selengkapnya baca: ad-Durar as-Saniyyah.
[2] Ibid.
[3] Sebagian ulama menyaratkan, yaitu dengan jarak sekitar 83 KM. Sebagian ulama lainnya berpendapat, bahwa jarak safar tergantung dengan ‘urf (kebiasaan) suatu tempat, sehingga jika jarak 83 KM menurut sebagian tempat belum termasuk safar, maka tidak boleh menjamak salat sampai jarak tempuh itu sesuai dengan urf tempat/wilayah tersebut. Wallahu a’lam.
[4] Lihat: Majmuu’ al-Fataawaa.

Related Posts

  • All Post
  • Doa-Doa
  • Kajian Islam
  • Khotbah Jumat
  • Muamala
  • Tanya Ulama
    •   Back
    • Akhlak
    • Fiqih
    • Hadis
    • Sirah Sahabat
    • Tafsir
    • Umum
    •   Back
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
    •   Back
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    •   Back
    • Rukun Islam
    • Rukun Iman
    • Umum
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
Adobe Stock

June 17, 2025/

JAKARTA – Setiap orang, pasti akan merasa bahagia jika dicintai, termasuk meraih cinta Allah. Dia akan...

Edit Template

Yuk Subscribe Kajian Sunnah

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Popular Posts

No Posts Found!

Trending Posts

No Posts Found!

© 2024 Kajiansunnah.co.id