Pertanyaan:
Telah kita ketahui bersama, bahwa doa orang yang terzalimi itu mustajab, sebagaimana yang seringkali saya dengar mengenai orang-orang yang dahulunya durhaka, kemudian ia mulai (bertaubat) bersikap baik pada kedua orang tuanya, namun doa buruk dari kedua orang tuanya dahulu yang pernah dipanjatkan untuk anak-anak mereka masuk pada kategori doa yang mustajab. Apakah ada wasilah (cara) agar doa tersebut tidak terkabulkan? Bisakah doa orang yang dizalimi menjadi tidak mustajab dengan cara kita berdoa kepada Allah (meminta agar doanya yang dahulu tidak terkabul)?
Jawab:
Barangsiapa yang Allah ditetapkan suatu musibah atas dirinya karena doa buruk dari kedua orang tuanya, atau orang lain (yang pernah ia zalimi), jika dia bertaubat kepada Allah dan meninggalkan kemaksiatannya yang menyebabkan doa buruk tersebut mustajab, maka musibah yang tadinya Allah tetapkan atas dirinya bisa digugurkan dengan doanya.
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah pernah mengatakan,
وَالدُّعَاءُ مِنْ أَنْفَعِ الْأَدْوِيَةِ، وَهُوَ عَدُوُّ الْبَلَاءِ يَدْفَعُهُ، وَيُعَالِجُهُ، وَيَمْنَعُ نُزُولَهُ، وَيَرْفَعُهُ، أَوْ يُخَفِّفُهُ إِذَا نَزَلَ، وَهُوَ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ، وَلَهُ مَعَ الْبَلَاءِ ثَلَاثُ مَقَامَاتٍ:
أَحَدُهَا: أَنْ يَكُونَ أَقْوَى مِنَ الْبَلَاءِ فَيَدْفَعُهُ.
الثَّانِي: أَنْ يَكُونَ أَضْعَفَ مِنَ الْبَلَاءِ فَيَقْوَى عَلَيْهِ الْبَلَاءُ، فَيُصَابُ بِهِ الْعَبْدُ، وَلَكِنْ قَدْ يُخَفِّفُهُ، وَإِنْ كَانَ ضَعِيفًا.
الثَّالِثُ: أَنْ يَتَقَاوَمَا وَيَمْنَعَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا صَاحِبَهُ. وَقَدْ رَوَى الْحَاكِمُ فِي صَحِيحِهِ مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ ـ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ـ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يُغْنِي حَذَرٌ مِنْ قَدَرٍ، وَالدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ، وَإِنَّ الْبَلَاءَ لَيَنْزِلُ فَيَلْقَاهُ الدُّعَاءُ فَيَعْتَلِجَانِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
وَفِيهِ أَيْضًا مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ، فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللَّهِ بِالدُّعَاءِ
وَفِيهِ أَيْضًا مِنْ حَدِيثِ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلَّا الْبِرُّ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ.
Doa adalah salah satu obat yang paling bermanfaat, merupakan musuh dan penangkal dari malapetaka. Doa itulah yang menolak atau mencegah musibah (atas izin Allah). Selain itu, doa juga bisa menjadi penolak turunnya musibah atau mengangkatnya, atau meringankannya.
Doa adalah senjata bagi orang mukmin, dan ia memiliki beberapa keadaan ketika di hadapkan dengan musibah:
- Doa adalah sesuatu yang jauh lebih besar daripada musibah, maka ia akan mbisa mengalahkan musibah tersebut.
- Terkadang, doa itu berada pada keadaan yang lebih lemah daripada musibah, sehingga, musibah itu menjadi lebih kuat dari padanya, dan menimpa seorang hamba. Namun, di waktu lain, doa mampu meringankan musibah, meskipun dia berada dalam kondisi yang lemah.
- Doa dan musibah saling berlawanan (doa ingin melindungi orang tersebut, sedangkan musibah ingin menimpa orang tersebut).
Al-Hakim meriwayatkan dalam Shahihnya dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anhua, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sangat berhati-hatian agar tidak terkena takdir merupakan upaya yang tidak ada gunanya, adapun dengan berdoa, maka hal itu akan memberi manfaat dari apa yang telah ditetapkan dan yang belum takdirkan. Sesungguhnya, ujian itu pasti akan menimpa (setiap hamba), kemudian doa akan datang menghadangnya. Mereka berdua akan saling dorong mendorong sampai datangnya hari Kiamat.”[1]
Dalam riwayat lain disebutkan. Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda, “Doa itu bermanfaat bagi takdir yang telah diturunkan maupun yang belum diturunkan. Oleh karena itu, sudah seharusnya bagi kalian wahai hamba-hamba Allah, untuk senantiasa berdoa!”
Dalam riwayat lain juga disebutkan. Sebuah hadis dari Thawban, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Takdir tidaklah dapat dihindari melainkan dengan Doa, dan tidak ada yang menambah umur seseorang kecuali kebajikan. Seseorang akan terhalang dari rizkinya karena dosa yang ia lakukan.” Selesai nukilan.
Barangsiapa menzalimi seseorang, maka ia harus meminta maaf atas perbuatan zalimnya, dan barangsiapa yang mendurhakai orang tuanya, maka ia harus memperbaiki kesalahannya serta berusaha untuk menghormati (berbakti) kepada mereka. Apabila ia ditimpa musibah karena dosa-dosanya yang telah lalu, maka ia harus berusaha untuk memperbanyak doa, karena sesungguhnya di dalam doa itu banyak sekali kebaikan. Wallahu a’lam.
Sumber:
https://islamweb.net/ar/fatwa/347590/هل-يُرَدُّ-دعاء-المظلوم-بالدعاء
Alih Bahasa:
al-Faqiir Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] HR. Al-Hakim, dinilai hasan oleh Syekh al-Albani dalam Shahiih al-Jaami’, no. 7739.