Pertanyaan:
Sebagian wanita terbiasa meminum pil pencegah haidh di bulan Ramadan, hal ini dikarenakan adanya keinginan kuat agar nantinya tidak memiliki hutang puasa. Apakah yang demikian diperbolehkan? Apakah dalam hal tersebut ada ketentuan khusus yang harus dipatuhi oleh kaum wanita?
Jawaban:
Menurut pendapat saya, perbuatan semacam ini tidak perlu untuk dilakukan oleh kaum wanita. Tetaplah berada pada jalan takdir yang telah Allah tetapkan baginya, karena di balik kebiasaan bulanan itu, pasti ada hikmah yang telah Allah subhanahu wa ta’ala tetapkan. Hikmah tersebut sesuai dengan tabiat wanita. Jika kebiasaan (haidh) itu dicegah (secara paksa), maka tidak diragukan lagi akan menimbulkan dampak buruk yang akan membahayakan kesehatan pada tubuh wanita.
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ.
“Tidak boleh melakukan sesuatu yang berbahaya (kepada diri sendiri), tidak boleh pula membahayakan (orang lain).”[1]
Jika dilihat dari dampak buruk yang ditimbulkan dari mengonsumsi pil-pil tersebut, maka kita akan temui bahwa padanya ada bahaya yang mengancam rahim, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh para dokter, maka menurut saya dalam masalah ini para wanita tidak perlu untuk mengonsumsinya. Segala puji bagi Allah yang telah menetapkan ketetapan-Nya beserta hikmahnya, yaitu ketika Dia mendatangkan haidh wanita tidak diperbolehkan untuk menunaikan ibadah puasa dan salat. Diperbolehkan untuk menunaikan puasa dan salat apabila sudah bersuci. Ketika bulan Ramadan berlalu, maka dia meng-qadhaa’ puasa yang ia tinggalkan.
Sumber:
Khalid al-Juraisy, Al-Fataawaa asy-Syar’iyyah fii al-Masaail al-‘Ashriyyah min Fataawaa ‘Ulamaa al-Balad al-Haraam, hal. 279-280. Lihat juga: Syekh Ibnu al-‘Utsaimin, Fataawaa ash-Shiyaam, hal. 64.
Alih Bahasa:
Al-Faqiir Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] HR. Ibnu Majah, no. 2241. Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, bahwa jalur periwayatannya saling menguatkan.
