
JAKARTA – Menyalurkan zakat maal hukumnya wajib oleh seorang Muslim atas harta yang dimiliki, seperti emas, perak, hasil perdagangan, hasil pertanian, atau harta lainnya yang telah mencapai nisab dan haul. Namun, apakah zakat ini boleh jua digunakan buat pembangunan masjid?
Seperti yang diketahui, zakat maal diwajibkan dengan tujuan membersihkan harta dan menolong orang-orang yang berhak menerima (mustahik). Dalam Islam, pembagian zakat sudah diatur dengan sangat jelas, sebagaimana tercantum dalam Surah At-Taubah ayat 60, yang menyebutkan delapan golongan penerima zakat.
Golongan penerima zakat tersebut adalah fakir, miskin, amil zakat, mualaf, orang yang terbelit utang (gharim), budak yang ingin memerdekakan diri, fisabilillah, dan ibnu sabil. Hal ini mencerminkan keadilan dan kebijaksanaan dalam pengelolaan zakat untuk mengatasi berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan spiritual dalam masyarakat.
Muncul pertanyaan, apakah boleh penyaluran zakat maal ini digunakan buat pembangunan masjid? Sebab, pembangunan masjid biasanya lebih dianjurkan untuk dibiayai melalui sedekah atau infak, bukan zakat.
Berikut Tanya-Jawab Penyaluran Zakat Maal untuk Pembangunan Masjid:
Soal:
Apakah boleh bagi kaum muslimin untuk menyalurkan zakat maal (harta) mereka ke masjid karena ditakutkan masjid tersebut pembangunannya berhenti?
Jawaban:
Sudah diketahui oleh para ulama dan bahkan ini dinilai Ijma’ oleh para ulama bahwasannya zakat harta tidak disalurkan untuk memakmurkan masjid atau pembelian kitab-kitab islam atau yang sebagainya, akan tetapi disalurkan kepada 8 golongan manusia yang berhak menerima zakat; Fakir, Miskin, Amil Zakat, Muallaf, Hamba Sahaya, membebaskan orang yang terlilit hutang, orang yang berjihad di jalan Allah, dan orang yang sedang melakukan safar. Inilah yang diketahui oleh para ulama, dan pada 8 golongan tersebut tidak disebutkan tentang memakmurkan masjid atau memakmurkan sekolah atau membuat jalan dll, ini yang ma’ruf dari pendapat ahli ilmu. Wallahu a’lam
Dijawab oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ta’ala
Sumber: Fatawa no 982
Alih Bahasa: Gilang Malcom Habiebie