
JAKARTA – Dalam Islam, hukum seorang wanita menemui laki-laki yang bukan mahramnya bergantung pada situasi dan kondisi. Lantas, bagaimana kalau seorang wanita menemui supir atau ART (asisten rumah tangga) laki-laki bukan mahram?
Hukum seorang wanita menemui laki-laki yang bukan mahram sudah ada aturannya dalam Islam. Apalagi, Rasulullah bersabda,” Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. Tirmidzi).
Jika pertemuan itu untuk urusan yang dibenarkan syariat (seperti pekerjaan, pendidikan, atau perdagangan), hukumnya boleh selama tetap mematuhi batasan syar’i, seperti menjaga pandangan, adab, dan tidak melakukan hal-hal yang melanggar norma agama.
Berikut Tanya-Jawab Serta Penjelasan Lengkap Hukum Seorang Wanita Menemui Supir/ART Laki-Laki:
Pertanyaan:
Apa hukumnya bagi seorang wanita menemui ART atau supir laki-lakinya? Apakah mereka termasuk bukan mahram? Suatu waktu ibuku pernah menyuruhku untuk menemui pembantu laki-laki, dan aku dalam keadaan berkerudung. Apakah perbuatanku ini diperbolehkan dalam agama kita yang bergitu lembut ini, yang telah memerintahkan kita untuk tidak bermaksiat kepada Allah ‘azza wa jalla?
Jawaban:
Supir dan ART laki-laki hukumnya sama dengan laki-laki pada umumnya yang bukan mahram. Maka, ketika menemui mereka harus berhijab apabila mereka memang bukan mahram. Tidak boleh menampakkan wajah kepada mereka, serta tidak boleh berdua-duaan dengan mereka, hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيطَانُ.
“Tidaklah seorang lelaki yang berdua-duaan dengan wanita (bukan mahramnya) di tempat sepi, melainkan yang ketiganya adalah setan.”[1]
Selain itu, hal ini dikarenakan keumuman dalil-dalil yang mewajibkan hijab dan mengharamkan tabarruj (bersolek bagi wanita) serta menampakkan wajah di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Di luar dari itu, tidak diperbolehkan menaati ibu atau yang selainnya dalam bermaksiat kepada Allah.
Sumber:
Khalid bin Abdurrahman al-Juraisy, al-Fataawaa asy-Syar’iyyah fii al-Masaa-il al-‘Ashriyyah min Fataawaa ‘Ulamaa al-Balad al-Haraam, Bab: Fataawaa Nisaa-iyyah, no. 2, hal. 1065 (Cet. Pertama, th. 1999M/1420H), disampaikan oleh Syekh Bin Baz, dalam Kitaab ad-Da’wah, hal. 99.
Alih Bahasa:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] HR. At-Tirmidzi, dalam kitab al-Fitan, no. 2165, dan Ahmad, no. 115. Dari sahabat Umar radhiyallahu’anhu.