JAKARTA – Bagi umat Islam diwajibkan berpegang teguh dengan Al-Qur’An dan As-Sunnah sebagai pedoman menjalani kehidupan dan ketakwaan kepada Allah. Kedua wahyu ini merupakan petunjuk hidup yang sempurna, yang Allah turunkan untuk memberikan bimbingan bagi umat manusia agar dapat menjalani kehidupan ini sesuai dengan kehendak-Nya.
Berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah berarti mengikuti dan menjalankan apa yang terkandung di dalamnya, baik dalam aspek ibadah, akhlak, sosial, dan kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an adalah wahyu terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Al-Qur’an berisi petunjuk yang lengkap dan sempurna untuk umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan.
Al-Qur’an mencakup segala aspek kehidupan, baik dalam hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, maupun alam semesta. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ القُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الهُدَى وَالفُرْقَانِ…
“Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelasan dari petunjuk tersebut dan pembeda (antara yang batil dengan yang haq).”[1]
Berpegang Teguh dengan Al-Qur’an, Petunjuk Bagi Orang Beriman
Dalam ayat yang lain, Allah ta’ala lebih khususkan penyebutan Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk siapa, yaitu petunjuk bagi orang-orang yang beriman.
ألم. ذَلِكَ الكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ. هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ.
“Alif lam mim, Al-Qur’an itu adalah kitab yang tidak ada sedikit pun keraguan di dalamnya. Petunjuk bagi orang-orang yang beriman.”[2]
Inilah sumber ilmu yang lurus, sumber ilmu yang benar, yaitu Al-Qur’an al-Karim, yang dibawa oleh Rasullah shallallahu’alaihi wa sallam. Berarti, orang yang tidak berpegang teguh dengan Al-Qur’an, mengabaikan Al-Qur’an, bahkan sampai meninggalkan Al-Qur’an, maka dia akan tersesat.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, ia berkata,
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِ مُسْتَقِيْمًا. وَخَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذِهِ سُبُلٌ (مُتَفَرِّقَةٌ) لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيهِ، ثُمَّ قَرَأَ قَولَهُ تَعَالَى: ﴿ وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بَكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِۚ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴾
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah membuat sebuah garis dengan tangannya, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah yang lurus.’ Setelah itu, beliau membuat beberapa garis di kanan dan kiri dari garis yang lurus itu, kemudian bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat). Tidak ada satu pun dari jalan-jalan ini melainkan di dalamnya terdapat setan yang menyeru untuk mengikutinya.’ Kemudian beliau membaca ayat (yang artinya), ‘Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka kalian ikutilah! Janganlah kalian ikuti jalan-jalan lain yang akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepada kalian agar kalian bertakwa.’”[3]
Ditulis oleh:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] QS. Al-Baqarah: 185.
[2] QS. Al-Baqarah: 1-2.
[3] HR. Ahmad, no. 1/435, 465. Dinilai hasan oleh Syekh al-Albani dalam Zhilaal al-Jannah fii Takhriij as-Sunnah libni Abi ‘Ashim, no. 17.
