
JAKARTA – Seorang wanita dan supir yang bukan mahram dilarang untuk berpergian dalam perjalanan, utamanya ke sebuah kota yang jauh. Sebab, ini merupakan khulwah (bersepi-sepian), kecuali ada mahramnya.
Dalam Islam, interaksi antara seorang wanita dengan pria yang bukan mahram diatur secara ketat untuk menjaga kehormatan, kesucian, dan mencegah fitnah. Hal ini termasuk situasi ketika seorang wanita berada bersama seorang supir yang bukan mahram.
Berikut Penjelasan Lengkap Tentang Seorang Wanita dan Supir dalam Sebuah Perjalanan:
Pertanyaan:
Apa hukum seorang wanita yang melakukan perjalanan bersama dengan seorang supir ajnaby (bukan mahram) untuk menghantarkannya ke suatu kota? Dan apa hukumnya apabila ada beberapa wanita berada dalam satu kendaraan bersama dengan supir yang bukan mahram?
Jawaban:
Seorang wanita tidak boleh mengendarai kendaraannya seorang diri bersama dengan supir yang bukan mahramnya, karena ini merupakan khulwah (bersepi-sepian). Padahal telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ!
“Janganlah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita di tempat yang sepi kecuali bersamanya ada mahram!”[1]
Dalam riwayat lain juga disebutkan, bahwa beliau shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيطَانُ.
“Tidaklah seorang lelaki yang berdua-duaan dengan wanita (bukan mahramnya) di tempat sepi, melainkan yang ketiganya adalah setan.”[2]
Apabila ada laki-laki atau wanita lain yang membersamainya, baik itu jumlahnya sedikit atau banyak, maka tidak mengapa jika memang sudah merasa aman, karena khulwah (berdua-duaan) itu akan menjadi gugur (tidak dianggap) dengan adanya orang ketiga atau lebih. Ini hukum dasar dalam kondisi selain safar.
Adapun dalam kondisi safar, maka seorang wanita tidak diperbolehkan untuk bepergian jauh, kecuali bersama dengan mahramnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berikut,
لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ!
“Seorang wanita tidak boleh bepergian safar melainkan bersamanya mahram!”[3] (Muttafaqqun ‘alaih).
Tidak ada perbedaan antara safar melalui jalur darat, laut, maupun udara, seorang wanita tidak boleh bersafar sendirian. Wallaahu waliyyut taufiiq.
Sumber:
Khalid bin Abdurrahman al-Juraisy, al-Fataawaa asy-Syar’iyyah fii al-Masaa-il al-‘Ashriyyah min Fataawaa ‘Ulamaa al-Balad al-Haraam, Bab: Fataawaa Nisaa-iyyah, no. 3, hal. 1065-1066 (Cet. Pertama, th. 1999M/1420H), disampaikan oleh Syekh Bin Baz, dalam Majallah al-Balaagh, no. 1026, hal. 17, Jumadal Akhirah 1410 H.
Alih Bahasa:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] HR. Muslim dalam kitab al-Hajj, no. 1341.
[2] HR. At-Tirmidzi, dalam kitab al-Fitan, no. 2165, dan Ahmad, no. 115. Dari sahabat Umar radhiyallahu’anhu.
[3] HR. Al-Bukhari, dalam kitab al-Jihaad, no. 1862, dan Muslim, dalam kitab al-Hajj, no. 1341.