
JAKARTA – Banyak muslim yang masih ragu tentang hukum mengucapkan selamat Natal kepada kaum Nasrani. Pasalnya masih banyak perbedaan pendapat, bahkan bukan cuma di kalangan umat, tetapi sebagian tokoh agama.
Berikut Penjelasan Lengkap Soal Bolehkah seorang Muslim Mengucapkan Selamat Natal:
Pertanyaan:
Asy-Syekh Muhammad bin Saleh al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum mengucapkan selamat natal kepada orang kafir, dan mengenai bagaimana sikap kita ketika ada orang yang mengucapkan selamat hari raya Natal kepada kita?
Beliau rahimahullah juga ditanya tentang; apakah boleh seorang muslim mendatangi tempat-tempat yang menyelenggarakan perayaan ini? Apakah seseorang berdosa apabila melakukan salah satu dari hal tadi (yakni; mengucapkan selamat Natal atau menjawab ucapan selamat dari orang lain) tanpa disengaja, baik itu sekedar basa-basi, atau karena malu, atau karena terpaksa, atau karena hal lainnya? Apakah diperbolehkan menyerupai mereka dalam hal ini?
Jawaban:
Beliau rahimahullah menjawab,
تهنئة الكفار بعيد الكريسماس أو غيره من أعيادهم الدينية حرامٌ بالاتفاق.
“Mengucapkan selamat Natal kepada orang-orang kafir atau ucapan semisal yang berkaitan dengan hari-hari perayaan mereka, hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama.”
Syekh kemudian menukil ucapan al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah yang ada dalam kitabnya, “Ahkaamu Ahlidz Dzimmah” di mana beliau mengatakan, “Adapun ucapan selamat terhadap simbol-simbol kekufuran secara khusus, telah disepakati oleh para ulama, bahwa hukumnya haram, misalnya; mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan, ‘Selamat atas hari yang diberkahi untukmu,’ atau dengan ucapan, ‘Selamat merayakan hari raya ini,’ atau yang semisalnya.
Ucapan yang seperti ini, meskipun pelakunya terlepas dari kekufuran, namun dia telah melakukan perbuatan yang diharamkan. Apa yang dia katakan setara dengan ucapan selamat atas sujudnya orang kafir kepada salib. Dosa dari perbuatan ini dan kemurkaan Allah atas ucapan ini jauh lebih besar daripada ucapan selamat kepada peminum khamer, pembunuh, pezina, atau yang semisalnya.
Betapa banyak orang yang tidak kuat imannya terjerumus dalam permasalahan ini, dan tidak mengetahui betapa bahayanya efek buruk dari perbuatan tersebut.
“Barangsiapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang yang melakukan perbuatan maksiat, bidah atau kekufuran, berarti dia telah mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah.” Demikianlah ucapan beliau (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah) rahimahullah.
Mengucapkan selamat Natal kepada kaum Kuffar yang berkaitan dengan hari raya agama mereka hukumnya adalah haram. Hal ini sebagaimana yang tadi dipaparkan oleh al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah di atas. Mengapa bisa demikian? Karena perbuatan tersebut mengandung pengakuan terhadap simbol-simbol kekufuran dan adanya keridaan terhadap hal tersebut pada mereka, meskipun di sisi lain, ia tidak rela simbol itu ada pada dirinya sendiri.
Kendati demikian, seorang Muslim diharamkan untuk rida terhadap simbol-simbol kekufuran atau mengucapkan selamat terhadap simbol-simbol tersebut atau yang semisalnya, karena Allah ta’ala tidak meridai perbuatan tersebut. Hal ini sebagaimana firman-Nya yang berbunyi,
﴿ إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنكُمْۖ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الكُفْرَۖ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ ﴾
“Apabila kalian kufur, maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah tidak membutuhkan kalian dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-hamba-Nya. Namun jika kalian bersyukur, niscaya Dia akan meridainya bagi kalian.”[1]
Dalam ayat lain disebutkan,
﴿ اليَومَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُم وَأَتْمَمْتُ عَلَيكُم نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ دِينًا ﴾
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian untuk kalian, Aku telah sempurnakan nikmat-Ku bagi kalian, dan Aku meridai Islam sebagai agama kalian.”[2]
Oleh karena itu, mengucapkan selamat Natal kepada mereka hukumnya adalah haram, baik itu ikut serta dalam pelaksanaannya maupun tidak. Apabila mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, maka yang sudah seharusnya kita lakukan ialah tidak menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita.
Bahkan hari raya tersebut tidak diridai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, baik itu karena termasuk perbuatan bidah atau memang karena ditetapkan dalam agama mereka. Sungguh, sejatinya hal tersebut telah terhapus dengan datangnya Islam, yaitu ketika Allah ta’ala mengutus Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam untuk semua makhluk.
Allah ta’ala berfirman,
﴿ وَمَن يَّبْتَغِ غَيرَ الإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُّقْبَلَ مِنهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الخَاسِرِينَ ﴾
“Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan di akherat dia termasuk orang-orang yang merugi.”[3]
Haram hukumnya bagi seorang Muslim membalas ucapan selamat Natal dari mereka, karena ini lebih besar dari mengucapkan selamat kepada mereka. Membalas ucapan selamat Natal termasuk bentuk keikutsertaan dalam merayakannya.
Diharamkan pula bagi kaum Muslimin untuk menyamai kaum Kuffar dengan mengadakan pesta-pesta dalam perayaan tersebut, atau saling bertukar hadiah, membagikan manisan, piring yang berisi makanan, meliburkan kerja dan yang semisalnya.
Hal ini dilarang berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berikut,
« مَن تَشَبَّهَ بِقَومٍ فَهُوَ مِنهُم »
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”[4]
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan dalam kitabnya yang berjudul, “Iqtidhaa ash-Shiraath al-Mustaqiim Mukhaalafah Ashhaab al-Jahiim,”
مُشَابهتهم فِي بعض أعيادهم توجب سرور قلوبهم بما هم عليه من الباطل، وربما أطعمهم ذلك في انتهاء الفرص واستذلال الضعفاء.
Menyerupai mereka (kaum Kuffar) dalam sebagian hari raya mereka, hal ini akan menghadirkan kegembiraan pada hati mereka, yang padahal mereka sejatinya dalam kebatilan. Bisa jadi yang demikian itu hanya akan mendatangkan keuntungan bagi mereka, karena di sisi lain, perbuatan semacam ini berarti telah memudahkan mereka untuk menghinakan kaum (Muslimin) yang lemah.” Demikianlah pendapat beliau.
Barangsiapa yang melakukan perbuatan-perbuatan yang tadi telah disebutkan, maka ia berdosa, baik dia melakukannya hanya untuk sekedar basa-basi, atau karena rasa sayang, atau karena malu (tidak enak), atau yang semisalnya. Ini merupakan perbuatan ‘menjilat’ (cari muka) dalam agama Allah, sehingga hal tersebut akan menyebabkan kuatnya jiwa kaum Kuffar dan berbangganya mereka dengan agama yang mereka anut.
Hanya kepada Allah-lah kita memohon agar Dia memuliakan kaum Muslimin dengan agama mereka, menganugrahi mereka keteguhan dan memenangkan mereka atas para musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia Mahakuat lagi Mahaperkasa.”
Sumber:
Khalid bin Abdurrahman al-Juraisy, al-Fataawaa asy-Syar’iyyah fii al-Masaa-il al-‘Ashriyyah min Fataawaa ‘Ulamaa al-Balad al-Haraam, Bab: Ahkaam al-Kuffaar, no. 4, hal. 930-937 (Cet. Pertama, th. 1999M/1420H), disampaikan oleh Syekh Muhammad bin Saleh al-Utsaimin, al-Majmuu’ ats-Tsamiin, juz ke-3.
Alih Bahasa:
al-Faqiir Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] QS. Az-Zumar: 7.
[2] QS. Al-Ma’idah: 3.
[3] QS. Ali Imran: 85.
[4] HR. Ahmad dalam Musnad-nya, no. 2/50, 92.