
JAKARTA – Dalam Islam, ada pertimbangan mengenai mana yang lebih utama antara berpuasa atau berbuka saat safar di bulan Ramadan. Apalagi, Allah Ta’Ala memberikan keringanan kepada musafir untuk berbuka puasa, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran (Surah Al-Baqarah ayat 184-185).
Alhamdulillah. Puasa di bulan Ramadan merupakan ibadah yang diwajibkan kepada setiap Muslim yang sudah baligh dan sehat. Namun, bagaimana hukum puasa bagi mereka yang sedang bepergian? Apakah dibolehkan untuk berbuka atau justru lebih baik untuk berpuasa meskipun dalam kondisi bepergian?
Menurut para ulama, puasa di perjalanan diperbolehkan dan sah, dan jika seseorang melakukannya, puasanya tetap sah. Namun, mengenai keutamaan antara puasa dan berbuka, terdapat beberapa pertimbangan berdasarkan kondisi tertentu.
Pandangan Ulama dan Hukum Puasa Saat Safar di Bulan Ramadan
Imam-imam empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) serta mayoritas sahabat dan tabi’in sepakat bahwa puasa saat bepergian itu sah dan dapat diterima. Jika seseorang memilih untuk berpuasa, maka puasanya tetap sah dan tidak perlu mengqadha (mengganti) setelah Ramadan. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (Jilid 28, halaman 51), puasa di perjalanan tidak menghilangkan keabsahan ibadah tersebut.
Namun, terkait dengan apakah lebih utama berpuasa atau berbuka saat bepergian, terdapat beberapa pertimbangan yang lebih rinci:
1. Ketika Puasa dan Berbuka Sama-sama Tidak Memberikan Pengaruh Signifikan
Jika puasa dan berbuka tidak memberikan pengaruh yang berat, maka puasa lebih dianjurkan. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa puasa lebih utama dalam kondisi ini:
– Hadits Abu Darda’:
Abu Darda’ berkata,
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ حَتَّى إِنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلَّا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ
“Kami keluar bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadan dalam perjalanan yang sangat panas, sampai-sampai salah seorang dari kami meletakkan tangan di atas kepalanya karena teriknya matahari, dan tidak ada seorang pun dari kami yang berpuasa kecuali Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan Abdullah bin Rawahah.” (HR. Bukhari no. 1945, Muslim no. 1122).
Dalam hadits ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tetap berpuasa meskipun dalam perjalanan yang sangat panas, menunjukkan bahwa puasa dalam kondisi ini tetap bisa dilaksanakan.
– Lebih Cepat Menyelesaikan Kewajiban: Puasa dalam perjalanan akan lebih cepat menyelesaikan kewajiban karena tidak perlu menunggu untuk mengganti (qadha) setelah bulan Ramadan.
– Lebih Mudah: Terkadang, puasa lebih mudah dilakukan ketika bersama orang lain, dibandingkan harus memulai puasa sendiri pada waktu lain.
– Meraih Keutamaan Ramadan: Ramadan adalah bulan yang sangat mulia dan penuh keberkahan. Oleh karena itu, menjalankan puasa selama bulan Ramadan adalah lebih utama karena hal ini termasuk ibadah yang lebih sempurna.
2. Jika Berbuka Puasa Lebih Memudahkan dan Tidak Membebani
Jika berpuasa dalam perjalanan menyebabkan kesulitan atau masalah kesehatan, maka berbuka lebih baik dan puasa bisa ditinggalkan dengan mengikuti keringanan yang diberikan syariat. Hal ini berdasarkan prinsip bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya melainkan sesuai dengan kemampuannya.
Hadits Jabir bin Abdullah: Dalam hadits riwayat Muslim, dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam berangkat menuju Mekkah pada tahun Fathu Mekkah di bulan Ramadhan. Beliau berpuasa hingga sampai di Kura’ul-Ghamim, lalu orang-orang berpuasa , kemudian beliau meminta segelas air, mengangkatnya hingga orang-orang melihatnya, lalu beliau meminumnya. Kemudian dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya sebagian orang masih berpuasa.” Beliau bersabda, “Mereka itu adalah orang-orang yang durhaka, mereka itu adalah orang-orang yang durhaka.”
Dalam riwayat lainnya disebutkan, “Kemudian dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya orang-orang merasa kesulitan untuk berpuasa dan mereka hanya melihat apa yang Anda lakukan.’ Maka beliau meminta segelas air setelah Ashar.” (HR. Muslim, no. 1114).
Beliau menggambarkan orang yang berpuasa dalam keadaan sulit sebagai orang yang durhaka.
Lihatlah penjelasan Al-Sharh Al-Mumti’ oleh Sheikh Muhammad bin Utsaimin رحمه الله, Jilid 6, halaman 330-331.)
3. Jika Puasa Menyebabkan Kesulitan Berat dan Tidak Tertahankan
Jika kesulitan tersebut sangat berat sehingga dikhawatirkan menimbulkan madhorot yang besar, maka puasa menjadi haram, karena Allah berfirman:
وَلا تَقتُلوا أَنفُسَكُم إِنَّ اللَّهَ كانَ بِكُم رَحيمًا
“Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.” [An-Nisā’: 29]
Kesimpulan
Secara keseluruhan, puasa saat bepergian memang sah dan diterima dalam Islam. Namun, keutamaan antara berpuasa atau berbuka tergantung pada kondisi masing-masing individu. Jika puasa tidak memberikan dampak negatif, maka lebih utama untuk berpuasa, agar bisa menyelesaikan kewajiban dengan segera dan meraih keberkahan bulan Ramadan. Sebaliknya, jika puasa menyebabkan kesulitan berat, maka berbuka lebih disarankan.
Seperti yang dijelaskan oleh Al-Nawawi dan Al-Kamal bin al-Humam, hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan berbuka berlaku bagi mereka yang benar-benar merasa kesulitan dengan puasa, dan bukan untuk mereka yang tidak merasakan kesulitan apapun. Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (Jilid 28, halaman 52)
Oleh karena itu, masing-masing Muslim diharapkan bisa menilai kondisi dirinya secara bijak dalam memilih antara puasa atau berbuka selama perjalanan.
Ditulis Oleh: Abu Utsman Surya Huda Aprila