JAKARTA – Nabi dan para Rasul dianggap ma’sum atau terpelihara dari dosa dan kesalahan besar. Pasalnya, para Nabi dan Rasul, dianggap sebagai pilihan Allah yang diutus untuk menyampaikan risalah-Nya
Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa para Nabi dan Rasul adalah ma’sum dalam hal menyampaikan wahyu dan menjalankan tugas kenabian. Artinya, mereka terjaga dari kesalahan dalam menyampaikan pesan Allah kepada umat manusia. Hal ini dikarenakan pentingnya menjaga kemurnian pesan ilahi agar sampai kepada umat dengan benar.
Berikut Penjelasan Lengkap Soal Apakah Nabi dan Para Rasul Ma’sum di setiap hal?
Pertanyaan:
Seseorang dari Sudan bertanya: “Ya, Syaikh yang mulia, kami tahu bahwa para Rasul itu ma’shum (terjaga dari kesalahan), apakah mereka hanya ma’shum dari kesalahan dalam hal syariat , ataukah mereka ma’shum dalam segala hal?”
Jawaban:
Para nabi dan rasul, rahmat Allah atas mereka semua, berbicara berdasarkan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan mereka ma’shum dari setiap kesalahan yang dapat merusak kejujuran dan amanah mereka. Inilah yang menjadi dasar kepercayaan kepada mereka.
Adapun apa yang berasal dari ijtihad mereka, mereka bisa saja salah dalam hal tersebut. Sebagai contoh, Nabi Nuh ‘alaihis salam berdoa kepada Allah untuk menyelamatkan anaknya, namun Allah berfirman:
“إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ”
“Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, dia adalah amal yang tidak baik. Janganlah kamu bertanya kepada-Ku tentang sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya. Sesungguhnya Aku menasihatimu agar kamu tidak termasuk orang-orang yang jahil.” (QS. Hud: 46)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wa sallam juga pernah mengharamkan sesuatu yang Allah halalkan baginya karena ijtihadnya. Allah kemudian menegur beliau dalam firman-Nya:
“يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ”
“Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu, kamu mencari keridhaan istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Tahrim: 1)
Selain itu, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi Wa Sallam juga pernah memberikan izin kepada beberapa orang untuk tidak ikut berperang, namun kemudian Allah menegur beliau dalam firman-Nya:
“عَفَا اللَّهُ عَنْكَ لِمَ أَذِنتَ لَهُمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَتَعْلَمَ الْكَاذِبِينَ”
“Allah telah memaafkanmu, mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak ikut berperang) hingga jelas bagimu siapa yang benar dan siapa yang berdusta?” (QS. At-Tawbah: 43)
Namun, meskipun mereka terkadang melakukan kesalahan dalam ijtihad mereka, para nabi dan rasul tetap ma’shum dari terus-menerus membenarkan kesalahan tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam ijtihad mereka, Allah pasti akan mengingatkan dan menegur mereka untuk tidak terus menerus berada dalam kesalahan tersebut. Berbeda dengan umat lainnya yang tidak dijaga dari kesalahan seperti itu.
Dijawab oleh: Syeikh Muhammad Bin Sholin Al-Utsaimin Rahimahullah
Sumber: Fatawa Nurun ‘Alad Darb Lil ‘Utsaimin (4/2)
Alih Bahasa: Abu Utsman Surya Huda Aprila
