Semangat Beliau dalam Menuntut Ilmu
Selain memiliki akhlak yang baik, wajah yang rupawan dan kecerdasan di atas rata-rata, beliau radhiyallahu’anhu juga memiliki kemauan yang sangat tinggi untuk menuntut ilmu agama. Apabila ada sebuah hadits atau ilmu baru yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, beliau langsung memasang kedua telinganya, menyimak apa yang akan Nabi r sampaikan, dan langsung mengamalkan ilmu tersebut.
Mari kita simak sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab ash-Shahihnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ مِنْ شَيْءٍ مِنَ الأَشْيَاءِ فِيْ سِبِيْلِ اللهِ دُعِيَ مِنْ أَبْوَابِ –يَعْنِي الجَنَّةَ- يَا عبْدَ اللهِ، هَذَا خَيْرٌ. فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلَاةِ، وَ مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الجِهَادِ، وَ مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَفَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ، وَ مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصِّيَامِ وَ بَابِ الرَّيَّانِ. فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ t: مَا عَلَى هَذَا الَّذِي يُدْعَى مِنْ تِلْكَ الأَبْوَابِ مِنْ ضَرُوْرَةٍ. وَ قَالَ: هَلْ يُدْعَى كُلُّهَا أَحَدٌ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَ أَرْجُو أَنْ تَكُوْنَ مِنْهُمْ.
“Barangsiapa menginfakkan sepasang dari satu jenis yang dimilikinya di jalan Allah, niscaya dia akan diseru dari berbagai macam pintu –yaitu Surga-, ‘Wahai hamba Allah, inilah kebaikan.’ Barangsiapa termasuk ahli shalat, maka dia akan dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa termasuk golongan orang-orang yang senang berjihad, maka dia akan dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa yang suka bersedekah, maka dia akan dipanggil dari pintu sedekah. Dan barangsiapa yang suka berpuasa, maka dia akan dipanggil dari pintu puasa dan pintu ar-Rayyan.’
Abu Bakar bertanya, “Tidaklah terlalu penting bagi orang yang dipanggil itu untuk dipanggil pula dari pintu-pintu yang lainnya. Apakah ada orang yang dipanggil dari semua pintu, wahai Rasulullah?”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjawab, “Ya, dan aku berharap, semoga engkau termasuk dari mereka (yaitu orang-orang yang dipanggil dari semua pintu Surga).”[1]
Lihatlah kembali riwayat di atas, betapa semangatnya beliau dalam bertanya. Ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah selesai menjelaskan beberapa pintu Surga dan amalan-amalannya, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu langsung bertanya mengenai hal yang belum ia ketahui. Beliau ingin tahu lebih dalam, apakah ada orang-orang yang akan dipanggil dari semua pintu tersebut, ataukah tidak? Bukankah hal ini menunjukkan bahwa betapa semangatnya beliau dalam menuntut ilmu agama?
Di antara Bentuk Kecerdasan Abu Bakar radhiyallahu’anhu
Di antara hal yang menunjukkan kecerdasan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, ialah mengenai kekhalifahan yang ia ampu. Bagaimana tidak dikatakan cerdas, bukankah menjadi khalifah adalah tugas yang sangat berat? Tidaklah ia bisa diampu melainkan oleh orang-orang yang cerdas dan amanah. Bukan sembarang orang.
Cukuplah pembaiatan dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu dan kaum Muslimin pada saat itu kepada Abu Bakar untuk menjadi khalifah, menunjukkan kecerdasan dan keutamaan beliau radhiyallahu’anhu.
Setelah Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam yang tercinta wafat, hampir saja terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar terkait pengangkatan khalifah pengganti beliau. Kendati demikian, kita yakin bahwa apa yang dilakukan oleh para Sahabat semata-mata menggapai ridha Allah. Sebagaimana amalan-amalan mereka yang lainnya.
Peristiwa tersebut dikenal dengan Saqifah bani Sa’idah. Ketika itu kaum Anshor berkumpul di tempat Sa’ad bin ‘Ubadah al-Anshari di saqifah (serambi) Bani Sa’idah. Mereka menyatakan kepada kaum Muslimin, “Kami akan mengangkat pemimpin dari kalangan kami. Dan kalian akan mengangkat pemimpin dari kalangan kalian.”
Selanjutnya Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin al-Khaththab dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah mendatangi tempat perkumpulan mereka. ‘Umar hendak memulai pembicaraan, namun Abu Bakar menyuruhnya untuk diam. “Demi Allah! Aku ingin memulai pembicaraan karena telah menyiapkan pendapat mengagumkan yang dikhawatirkan tidak akan disampaikan oleh Abu Bakar.” Tegas ‘Umar.
Abu Bakar pun mulai bicara (dan dialah yang paling fasih dalam berbicara di antara para Sahabat yang lainnya), “Kami para pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.”
Hubab bin al-Mundzir al-Anshari menyanggah, “Demi Allah, kami tidak bersedia untuk menerima keputusan ini. Kami akan mengangkat pemimpin dari kalangan kami, dan kalian juga akan mengangkat pemimpin dari kalangan kalian.”
“Tidak demikian! Kamilah para pemimpin, dan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Quraisy) adalah bangsa Arab yang paling baik negerinya dan paling baik nasabnya. Oleh karena itu, baitlah ‘Umar atau Abu ‘Ubaidah.” Tukas Abu Bakar.
Umar menyahut, “Tidak demikian, namun, kamilah yang akan membaiat engkau. Engkaulah pemimpin kami, orang terbaik di antara kami, dan laki-laki yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.”
Kemudian Umar meraih tangan Abu Bakar, dan dia langsung membaiatnya. Kaum Muslimin yang hadir pada saat itu pun ikut membaiat beliau….”[2]
Bersambung …
Ditulis oleh
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1]HR. Al-Bukhari (no. 1897).
[2]HR. Al-Bukhari (no. 3668), dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha.