Keutamaan Bertaubat
عَنْ أنسٍ رضي الله عنه قَال: قَال رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: “كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ”. أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ، وابْنُ مَاجَهْ، وَسَنَدُهُ قَويٌّ.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : “Semua anak Adam adalah pendosa, dan sebaik-baik pendosa adalah yang bertaubat.” diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ibn Majah, dan sanadnya kuat.
Faedah Hadits :
- Penjelasan Kata-Kata Hadis:
“كل بني آدم” (semua anak Adam): Bentuk umum yang mencakup seluruh umat manusia.
“خَطَّاءٌ” (pendosa): Bentuk mubalaghah dari kata dasar “خَطِئَ” (khatha), yang berarti membuat kesalahan. Ada juga riwayat lain dengan bentuk jamak “خطاؤون” (pendosa-pendosa).
“وخير الخطائين التوابون” (dan sebaik-baik pendosa adalah yang bertaubat): Bentuk Jama’ dari kata “تواب” (tawab), yaitu orang yang sering bertaubat kepada Allah.
- Makna dan Pentingnya Taubat:
Para ulama menggunakan hadis ini untuk menunjukkan bahwa membuat kesalahan adalah sifat alami manusia. Ini adalah kelemahan yang melekat pada manusia, dan tidak ada manusia yang bebas dari kesalahan. Sehingga Allah membuka pintu taubat untuk menutupi kekurangan manusia.
Taubat mencakup: pengakuan, penyesalan, berhenti dari dosa, dan tekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut.
Anjuran bertaubat dari Al-Qur’an:
“وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ” [An-Nur: 31]
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا” [At-Tahrim: 8]
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang nasuha.”
“إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ” [Al-Baqarah: 222]
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat.”
“وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ” [Ta-Ha: 82]
“Dan sesungguhnya Aku adalah Maha Pengampun bagi siapa yang bertaubat.”
- Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم Sebagai contoh beristigfar:
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“يا أيها الناس توبوا إلى الله؛ فإني أتوب – في اليوم – إليه مائة مرة.”
“Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah; karena aku bertaubat kepada-Nya dalam sehari seratus kali.” (HR. Muslim)[1]
- Kewajiban dan Cara Taubat:
Kewajiban Taubat:
Menurut Al-Qurtubi,
اتفقت الأمة على أن التوبة فرض على المؤمنين
umat sepakat bahwa taubat adalah kewajiban bagi orang-orang beriman dan merupakan fardhu yang harus dilakukan[2].
- Syarat dan Ketentuan Taubat[3]
Taubat yang Ikhlas:
Jika seseorang bertaubat hanya untuk menyenangkan orang tua dan bukan karena Allah, taubatnya tidak diterima.
“قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْحَدِيثِ الْقُدْسِيِّ: ‘أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ'”
“Aku adalah yang paling tidak membutuhkan syirik. Siapa pun yang melakukan amal dengan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku meninggalkannya dan syiriknya.” [4]
Penyesalan yang Tulus:
Taubat yang sah harus disertai dengan penyesalan yang mendalam. Jika seseorang tidak merasa menyesal atau tidak terpengaruh oleh dosa yang telah dilakukan, maka taubatnya tidak diterima.
Tekad untuk Tidak Kembali Melakukan Dosa:
Seorang yang bertaubat harus memiliki tekad yang kuat untuk tidak kembali melakukan dosa. Jika seseorang menyatakan bahwa dia tidak akan kembali melakukan dosa tetapi kemudian kembali melakukannya, taubat pertama tetap sah tapi dia harus melakukan taubat baru untuk dosa yang kedua.
Jika Dosa Terkait dengan Hak Orang Lain:
Ada syarat tambahan: memulihkan hak orang tersebut. Jika itu adalah harta, kembalikan kepada pemiliknya; jika itu adalah ghibah, minta maaf kepada orang tersebut jika tidak menimbulkan mudarat.
Mengembalikan Hak Harta Orang Lain:
- Contoh Jika seseorang bertaubat dari pencurian tetapi tidak mengembalikan barang curian kepada pemiliknya, taubatnya tidak diterima.
- Jika seseorang tidak mengetahui siapa pemiliknya, misalnya karena dia telah mengambil barang dari toko dan pemilik toko pindah dan tidak diketahui keberadaannya, maka:
- Dia bisa menyedekahkan barang tersebut sebagai bentuk pelepasan haknya, namun jika sedekah tersebut tidak diniatkan untuk pemilik asli, maka tidak akan bermanfaat bagi pemiliknya dan tidak diterima sebagai taubat.
Mengembalikan hak kehormatan orang lain:
- Jika seseorang telah menggunjing orang lain, sebaiknya dia meminta maaf dan mengatakan: “Maafkan saya, berikanlah pengampunan kepada saya,” tanpa perlu menjelaskan detail tentang apa yang telah dikatakan.
- Jika orang yang digunjing tidak mengetahui tentang ghibah tersebut, maka sebaiknya orang yang bertaubat tidak memberitahukannya, karena jika dia mengetahui, mungkin dia akan sangat merasa terganggu dan tidak memaafkan.
- Sebaiknya dia meminta maaf secara umum dan memuji orang yang digunjing dalam majelis-majelis yang pernah ada untuk menghapuskan dosa ghibah.
- Bertaubat pada waktunya (Waktu Taubat yang Diterima):
Taubat harus dilakukan sebelum datangnya waktu di mana taubat tidak diterima. Terdapat dua jenis waktu tersebut:
Waktu Khusus: Ketika ajal seseorang sudah tiba dan dia bertaubat setelah datangnya ajal, taubatnya tidak diterima.
“وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ” [An-Nisa: 18]
“Dan tidak ada taubat bagi orang-orang yang terus menerus melakukan kejahatan, hingga ketika datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia mengatakan: ‘Sesungguhnya aku bertaubat sekarang.’”
Waktu Umum: Ketika matahari terbit dari arah barat, yaitu pada hari kiamat, taubat tidak diterima lagi.
“يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِن قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا” [Al-An’am: 158]
“Pada hari ketika sebagian dari tanda-tanda Tuhanmu datang, tidak bermanfaat lagi iman seseorang, yang sebelumnya tidak beriman atau tidak memperoleh kebaikan dalam imannya.”
- Catatan Penting:
Menunda taubat adalah dosa yang harus ditaubati, karena seseorang tidak tahu kapan ia akan mati.sedangkan Dosa-dosa dapat menarik dosa-dosa lainnya.
Ditulis Oleh :
Abu Utsman Surya Huda Aprila
[1] HR Muslim No 2702
[2] Jami’ Lil Ahkamil Quran jilid 5 Hal 90
[3] Lihat Fathu dzil jalali wal ikrom jilid 6 hal 349
[4] HR Muslim No 2985