
JAKARTA – Setelah serial pertama, kali ini adalah bagian kedua dari dalil-dalil yang menyebutkan wajibnya mengikuti Manhaj Salaf. Dalil-dalil ini bisa menuntun kamu dalam menjalani ibadah-ibadah dalam kehidupan sesuai dengan ajaran Nabi ﷺ.
Sedikit mengulas, Manhaj Salaf merupakan metode dalam memahami, mengamalkan, dan menafsirkan ajaran Islam berdasarkan pemahaman generasi awal umat Islam, yaitu Salafus Shalih. Istilah “Salaf” mengacu pada tiga generasi yang disebutkan dalam hadis Nabi ﷺ sebagai generasi terbaik umat ini, yaitu sahabat, tabi’in (pengikut sahabat), dan tabi’ut tabi’in (pengikut tabi’in).
Prinsip utama manhaj salaf adalah kembali kepada kemurnian Islam dengan berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman generasi awal tersebut. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, manhaj salaf mengajarkan kesederhanaan, kejujuran, dan keadilan. Dalam ibadah, mereka hanya mengikuti tata cara yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Berikut lanjutan dari artikel yang sebelumnya mengenai beberapa dalil wajibnya mengikuti Manhaj Salaf:
1. HR. Ibnu Majah, no. 42
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
« …وَسَتَرَونَ مِنْ بَعْدِي اختِلَافًا شَدِيْدًا، فَعَلَيكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيهَا بِالنَّواجِذِ…»
“Sudah sewajibnya atas kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pemimpin, meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak Habasyah. Kelak, ketika diriku telah tiada, kalian akan melihat perpecahan yang sangat dahsyat, oleh karena itu, kalian berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah al-Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyyin. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian (peganglah erat-erat sunnah tersebut).”[1]
2. HR. Al-Bukhari, no. 2652
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
« خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ »
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang yang setelah mereka.”[2]
3. HR. At-Tirmidzi, no. 2641
Ketika Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ditanya mengenai perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan, siapakah yang akan selamat dari neraka? Beliau menjawab,
مَا أَنَا عَلَيهِ وَأَصْحَابِي.
“Mereka adalah orang-orang yang menempuh jalan sebagaimana yang ditempuh olehku dan para sahabatku.”[3]
Barangsiapa yang berpedoman dengan mereka dalam beragama, maka dia akan selamat. Namun sebaliknya, barangsiapa yang menyimpang dari apa yang mereka tempuh, maka dia terancam dengan neraka, wal’iyadzubillah.
4. Atsar Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu pernah mengatakan,
اتَّبِعُوا وَلا تَبْتَدِعُوا، فَقَدْ كُفِيتُمْ!
“Kalian ikutilah (ajaran para sahabat) dan jangan berbuat bidah, sungguh, kalian telah dicukupkan (dengan sunnah)!”[4]
Beliau juga pernah mengatakan,
إِنَّا نَقْتَدِي وَلا نَبْتَدِي وَنَتَّبِعُ وَلَا نَبْتَدِعُ، وَلَنْ نَضِلَّ مَا تَمَسَّكْنَا بِالأَثَرِ.
“Sesungguhnya kami mencontoh dan tidak mengada-ada, mengikuti dan tidak membuat yang baru, sehingga kami tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengan atsar.”[5]
5. Atsar Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu
Beliau pernah mengatakan,
عَلَيكُمْ بِالسَّبِيلِ وَالسُّنَّةِ، فَإِنَّهُ لَيسَ مِنْ عَبدٍ عَلى سَبِيلٍ وَسُنَّةٍ ذَكَرَ الرَّحْمٰنُ، فَفَاضَتْ عَينَاهُ مِن خَشْيَةِ اللهِ، فَتَمَسَّهُ النَّارُ أَبَدًا. وَإِنَّ اقتِصادًا في سُنَّةٍ وَخَيرٍ، خَيرٌ مِن اجتِهادٍ فِي خِلَافِ سَبِيلٍ وَسُنَّةٍ.
“Wajib atas kalian untuk berada di atas jalan (yang lurus) dan sunnah, karena siapa saja yang berada di atas jalan sunnah, lalu dia mengingat ar-Rahman, kemudian meneteskan air matanya dikarenakan takut kepada Allah, maka dia tidak akan tersentuh api neraka selama-lamanya. Sesungguhnya mencukupkan diri di atas sunnah dan kebaikan, jauh lebih baik daripada bersungguh-sungguh pada perkara yang menyelisihi jalan dan sunnah.”[6]
6. Atsar Abul ‘Aliyyah rahimahullah
Beliau pernah mengatakan,
عَلَيكُمْ بِالأَمرِ الأَوَّلِ الَّذِي كَانُوا عَلَيهِ قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقُوا!
“Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan perkara yang ditempuh oleh generasi pertama (yaitu para salaf), di mana mereka berada di atasnya sebelum berpecah-belah!”[7]
Ditulis oleh:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] HR. Ibnu Majah, no. 42. Dinilai shahiih oleh Syekh al-Albani.
[2] HR. Al-Bukhari, no. 2652.
[3] HR. At-Tirmidzi, no. 2641. Dinilai hasan oleh Syekh al-Albani.
[4] Kun Salafiyyan ‘alaa al-Jaaddah, hal. 47.
[5] Ibid, hal. 47.
[6] Ibid, hal. 47.
[7] Ibid, hal. 47.