
JAKARTA – Pelajaran nilai kehidupan yang kita jalani sehari-hari bisa disimak dari cerita tiga orang dalam tanda kutip berkekurangan. Si Kusta, Si Botak, dan Si Buta sempat dibantu oleh Allah tetapi ketiganya malah lupa daratan dan kufur nikmat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ ثَلَاثَةً مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ أَبْرَصَ، وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى. فَأَرَادَ اللهُ أَنْ يَبْتَلِيَهُمْ، فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا.
Dikisahkan, bahwasanya dahulu ada tiga orang dari kalangan Bani Israil tertimpa penyakit yang tidak mengenakan. Orang yang pertama terkena penyakit kulit, yang kedua rambutnya rontok terus sampai botak, dan yang ketiga matanya buta. Allah ta’ala ingin menguji mereka, maka Dia-pun mengutus malaikat untuk mendatangi mereka satu persatu.
Orang pertama yang didatangi oleh malaikat adalah si kusta, kemudian bertanya,
أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيكَ؟
“Wahai fulan, hal apakah yang saat ini sangat engkau inginkan?”
Dia pun menjawab,
لَونٌ حَسَنٌ، وَجِلْدٌ حَسَنٌ، وَيَذْهَبُ عَنِّي الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ بِهِ.
“Saat ini yang aku inginkan adalah memiliki warna kulit yang indah, halus, dan orang-orang tidak merasa jijik kepadaku.”
Maka, malaikat itu pun mengusap penyakitnya, dan seketika itu juga langsung sembuh. Hal-hal menjijikan yang ada pada tubuhnya hilang, bersih. Kulitnya berubah menjadi sangat indah nan halus.
Lalu, malaikat itu memberikan penawaran yang kedua kalinya,
فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيكَ؟
“Harta apakah yang saat ini sedang kamu inginkan untuk dimiliki?”
Ia menjawab, “Aku ingin memiliki unta,” maka, dia pun diberikan seekor unta yang sudah hamil sepuluh bulan. Malaikat itu berdoa, “Baarakallahu laka fiihaa (semoga Allah memberkahi hartamu ini.”
Setelah itu, malaikat mendatangi orang kedua, yaitu si botak, kemudian bertanya dengan pertanyaan yang sama, “Wahai fulan, hal apakah yang saat ini sangat engkau inginkan?”
Dia pun menjawab,
شَعْرٌ حَسَنٌ، وَيَذْهَبُ عَنِّي الَّذِي قَذِرَنِي النَّاسُ بِهِ.
“Aku ingin memiliki rambut yang indah, dan orang-orang tidak merasa jijik padaku.”
Permintaannya pun dikabulkan. Setelah malaikat mengusap kepalanya yang botak, atas izin Allah kemudian melalui malaikat tersebut, orang botak ini akhirnya memiliki rambut yang sangat indah, kemudian ia ditawarin harta yang sedang sangat ia inginkan. Maka, dia pun menjawab, “Sapi.”
Didatangkanlah seekor sapi yang sedang hamil, lalu malaikat tersebut mengatakan, “Semoga Allah memberkahi hartamu ini.” Malaikat itu kemudian mendatangi orang ketiga, yaitu si buta. Pertanyaan yang sama diberikan kepadanya, “Wahai fulan, hal apakah yang saat ini sangat engkau inginkan?”
Dia pun menjawab,
أَنْ يَرُدَّ اللهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَأُبْصِرَ بِهِ النَّاسَ.
“Aku ingin Allah ta’ala mengembalikan penglihatanku, sehingga aku bisa melihat orang-orang yang ada di sekitarku.”
Maka, malaikat tersebut mengusap matanya, dan seketika itu pula Allah mengembalikan penglihatannya. Kemudian malaikat itu memberikan sebuah penawaran, “Harta apakah yang saat ini kamu inginkan?” Dia pun menjawab, “Kambing.” Maka, didatangkanlah seekor induk kambing beserta anaknya.
Setelah berjalannya waktu, masing-masing dari hewan ternak yang mereka miliki melahirkan anak-anaknya dengan jumlah yang sangat banyak, sampai-sampai memenuhi lembah. Orang yang pertama memiliki unta sebanyak satu lembah, yang kedua sapi sebanyak satu lembah, dan yang ketiga memiliki kambing sebanyak satu lembah pula.
Suatu hari, malaikat itu datang kembali menemui mereka satu persatu. Orang yang pertama kali didatangi ialah si kusta (yang dahulu pernah tertimpa penyakit kulit). Malaikat tersebut menampakkan dirinya sebagai orang yang miskin dan berpenyakit kusta, seraya berkata,
رَجُلٌ مِسْكِينٌ، انْقَطَعَتْ بِيَ الحِبَالُ فِي سَفَرِي، فَلَا بَلَاغَ لِيَ اليَومَ إِلَّا بِاللهِ ثُمَّ بِكَ. أَسْأَلُكَ بِالَّذِي أَعْطَاكَ اللَّونَ الحَسَنَ وَالجِلْدَ الحَسَنَ وَالْمَالَ بَعِيرًا أَتَبَلَّغُ بِهِ فِي سَفَرِي ؟
“Wahai fulan, aku ini adalah seorang laki-laki yang miskin. Bekalku habis di tengah perjalanan. Tidak ada yang bisa membantuku melainkan Allah kemudian engkau. Dengan menyebut nama Allah yang telah mengaruniakanmu kulit yang indah nan halus, serta harta yang begitu banyak, bolehkah aku meminta tolong kepadamu agar memberikan sedikit hartamu kepadaku?”
Si Kusta pun menjawab, “Al-huquuqu katsiirah (tanggunganku banyak, jadi ndak bisa bantu).”
Maka, malaikat itu pun mengingatkan,
كَأَنِّي أَعْرِفُكَ، أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ، فَقِيرًا فَأَعْطَاكَ اللهُ تعالى المالَ ؟!
“Sepertinya aku mengenalmu. Bukankah engkau adalah orang yang dahulu memiliki penyakit kusta lagi fakir, kemudian Allah memberikanmu harta yang melimpah?”
Ia pun membantah,
إِنَّمَا وَرِثْتُ هَذَا الْمَالَ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ!
“(hust, aja ngawur!) aku mendapatkan harta sebanyak ini karena warisan dari nenek moyangku (bukan karena Allah)!”
Malaikat itu mengatakan,
إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا، فَصَيَّرَكَ اللهُ إِلَى مَا كُنْتَ!
“Jika apa yang kau katakan ini adalah sebuah kedustaan, semoga Allah mengembalikanmu pada keadaanmu yang dulu!”
Malaikat itu pun pergi kemudian mendatangi orang ketiga, yang dahulu pernah mengalami penyakit kebotakan, dengan menampakkan dirinya sebagai orang yang miskin dan botak, seraya berkata dengan perkataan yang sama persis seperti sebelumnya. Si botak juga menjawab dengan jawaban yang sama, bahwa dirinya memiliki tanggungan yang sangat banyak. Tidak bisa membantu. Maka, malaikat mengingatkannya dengan peringatan yang sama, “Jika engkau berdusta, semoga Allah mengembalikan keadaanmu seperti semula!”
Setelah itu, malaikat mendatangi orang ketiga, yang matanya dahulu pernah buta. Malaikat tersebut datang dengan menampakkan dirinya sebagai orang yang miskin dan berpenyakit buta, seraya meminta tolong agar ia dibantu (meminta kambing sebagai bekal perjalanan).
Orang yang ketiga ini mengatakan,
قَدْ كُنْتُ أَعْمَى، فَرَدَّ اللهُ إِلَيَّ بَصَرِي. فَخُذْ شِئْتَ وَدَعْ مَا شِئْتَ. فَوَاللهِ، لَا أَجْهَدُكَ اليَومَ بِشَيْءٍ أَخَذْتَهُ لِلّٰهِ.
“Sungguh, keadaanku dahulu aku juga sepertimu (buta dan miskin), kemudian Allah mengembalikan penglihatanku. Sekarang, ambillah apa yang kau perlukan sesuka hatimu, dan tinggalkanlah apa yang tidak ingin kau ambil. Demi Allah, aku tidak akan menghalangimu untuk mengambil sesuatu dariku karena Allah.”
Malaikat itu mengatakan,
أَمْسِكْ مَالَكَ، فَإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ. فَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنْكَ وَسَخَطَ عَلى صَاحِبَيكَ.
“Simpanlah hartamu, sesungguhnya engkau ini sedang diuji. Allah ta’ala telah rida kepadamu (atas sikapmu yang demikian), sedangkan Allah murka kepada kedua temanmu (yang sikapnya tidak demikian).”[1]
Akhirnya, dua orang yang pertama tadi binasa, dan yang terakhir hidup bahagia, di dunia dan di akherat. Namun tentu saja ada banyak pelajaran nilai kehidupan yang bisa kita ambil.
Dari kisah di atas bisa kita ambil beberapa pelajaran nilai kehidupan, di antaranya:
1. Menisbatkan nikmat kepada selain Allah secara mutlak, adalah bentuk kekufuran
Seseorang yang mendapatkan nikmat dari Allah, baik itu melalui manusia atau yang selainnya (seperti; hujan, pohon yang berbuah dan yang semisalnya), kemudian kok dia bersyukurnya bukan kepada Allah, namun kepada manusia secara mutlak, bahkan sampai meyakini bahwa si fulanlah yang memberi rizki ini dan itu, maka yang seperti ini sangat dikhawatirkan terancam masuk pada kekufuran, dan kelak di hari Akhir akan diazab oleh Allah dengan azab yang sangat pedih.
Allah menceritakan dalam Al-Qur’an tentang keadaannya orang-orang kafir yang kufur terhadap nikmat Allah, bahwa mereka akan mendapat azab yang sangat pedih,
﴿ وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِّنَّا مِنْ بَّعْدِ ضَرَّآءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي … ﴾
“Apabila Kami memberikan kepada mereka sebuah rahmat (berupa kesembuhan, keselamatan dan kecukupan), di mana sebelumnya mereka ditimpa kesusahan (berupa; sakit dan kemiskinan), niscaya mereka mengatakan, ‘Ini memanglah hakku untuk mendapatkannya…’”
Dia kufur atas nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Dia tidak bersyukur atas nikmat-nikmat tersebut. Mengapa dia bisa sampai mengatakan seperti itu? Karena dia ragu akan datangnya hari Kebangkitan. Dia ragu dengan adanya hari Kiamat. Jadi, orang yang ragu dengan hari Kebangkitan, akan sulit untuk menjadi orang yang bersyukur kepada Allah.
Allah kemudian menutup firman-Nya dengan mengatakan,
﴿ … فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيْقَنَّهُمْ مِّنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ ﴾
“Sungguh, Kami benar-benar akan membeberkan kepada orang-orang kafir atas apa yang telah mereka kerjakan, Kami juga pasti akan mengazab mereka dengan azab yang sangat pedih.”[2]
Oleh karena itu hati-hati. Jika kita mendapatkan rizki, maka bersyukurlah kepada Allah. Ingatlah, bahwa rizki tersebut dari Allah ‘’azza wa jalla. Perbanyaklah bersyukur, jangan kufur!
2. Menisbatkan nikmat kepada Allah, sebab langgengnya kenikmatan tersebut
Kebalikannya dengan yang tadi, jika seseorang menisbatkan nikmat kepada selain Allah, maka dia akan kufur dan binasa, adapun orang yang menisbatkan nikmat hanya kepada Allah, maka kenikmatan tersebut akan langgeng bahkan bertambah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
﴿ لَإِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴾
“Apabila kalian bersyukur, niscaya akan aku tambah kenikmatan untuk kalian, namun jika kalian kufur, sesungguhnya azab-Ku begitu sangat pedih.”[3]
Salah satu buktinya ada pada kisah tadi, bahwa dua orang tadi yang kufur terhadap nikmat Allah berakhir pada kebinasaan, sedangkan yang bersyukur atas nikmat Allah berakhir pada keselamatan, bahkan kenikmatannya terus dapat dia rasakan.
3. Keistimewaan malaikat bisa berubah bentuk menjadi manusia dan sangat cepat berpindah tempat
Di antara bentuk keistimewaan yang dimiliki oleh malaikat, ialah mereka mampu berubah wujud menjadi manusia serta berpindah tempat dengan sangat cepat, dan ini banyak disebutkan dalam hadis, di antaranya kisah yang kita baca barusan.
Dalam Al-Qur’an juga disebutkan,
﴿ وَاذْكُرْ فِي الكِتَابِ مَرْيَمَ إِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا ◌ فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَآ إِلَيْهَا رُوْحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا ◌ ﴾
“Ceritakanlah (kepada mereka wahai Muhammad) tentang kisahnya Maryam dalam Al-Qur’an, bahwa dia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat yang berada di sebelah timu (Baitulmaqdis), lalu dia memasang tabir (yang melindungi dirinya) dari gangguan mereka, kemudian Kami mengirim Jibril untuk mendatanginya, maka, dia (Jibril) pun menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna…”[4]
4. Buruknya sifat pelit dan dusta
Apa yang menunjukkan bahwa sifat pelit dan dusta ini sangat buruk? Jawabannya banyak, di antaranya; merugikan orang lain dan diri sendiri,[5] bisa pula membinasakan pelakunya. Sebagaimana yang disebutkan pada kisah tadi.
Selain itu, orang yang pelit akan didoakan kebinasaan oleh malaikat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ، فَيَقُول أَحَدُهُمَا؛ اللّٰهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، ويَقُولُ الآخَرُ؛ اللّٰهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.
“Di setiap pagi, setiap dari manusia pasti didatangi oleh dua malaikat, salah satu darinya berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah ganti kepada hamba-Mu yang gemar menginfakkan hartanya.’ Satunya yang lain berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah kehancuran kepada orang yang menahan hartanya (pelit).’”[6]
5. Allah Maha Mampu atas segalanya
Allah bisa mengangkat seseorang, bisa pula menurunkannya. Bisa membuat kaya seseorang, bisa pula memiskinkannya. Bisa membuat sakit seseorang, bisa pula menjadikannya sakit. Bisa membuat seseorang menduduki kursi kepemimpinan, menjabat sebagai mentri atau yang semisalnya, bisa pula dengan seketika Allah melengserkannya. Dan seterusnya. Demikianlah Allah, mampu atas segala sesuatu.
Allah ta’ala berfirman,
﴿ قُلِ اللّٰهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَآءُۖ بِيَدِكَ الخَيْرُۗ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ﴾
“Katakanlah (Wahai Muhammad), ‘Wahai Allah, pemilik kekuasaan, Engkau-lah Yang Mampu memberikan kekuasaan pada siapa saja yang Engkau kehendaki, dan yang mampu pula untuk mencabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa saja yang Kau kehendaki, dan Kau mampu untuk menghinakan siapa saja yang Kau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala kebajikan. Sungguh, Engka Mahakuasa atas segala sesuatu.”[7]
Oleh karena itu, jangan sombong. Ketika sedang berada “di atas” maka jangan merendahkan yang “di bawah.” Ketika seseorang berada di puncak gunung, dia melihat bahwa orang-orang yang di bawahnya begitu sangat kecil, padahal di waktu yang sama, orang yang di bawah melihat orang yang di atas gunung juga sangat kecil.
Demikianlah pelajaran dari kisah si kusta, si botak dan si buta. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Wallahu a’lam bish showwab.
Ditulis oleh:
al-Faqiir Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] HR. Al-Bukhari dan Muslim.
[2] QS. Fushshilat: 50.
[3] QS. Ibrahim: 7.
[4] QS. Maryam: 16-17.
[5] Tidak dapat pahala,hatinya gelisah dan didoakan keburukan oleh malaikat.
[6] HR. Al-Bukhari, no. 1442.
[7] QS. Ali Imran: 26.