
JAKARTA – Ketika menjalani ibadah salat, seorang Muslim acap tak fokus dalam pikirannya, seperti memikirkan perkara dunia. Tentu saja, kondisi seperti ini membuat kekhusyukan ibadah seseorang menjadi terganggu. Tetapi apakah ibadahnya batal?
Hukum memikirkan dunia saat solat adalah makruh. Meskipun salatnya tidak batal, namun pikiran yang teralihkan pada urusan dunia mengurangi kekhusyukan dan keikhlasan dalam beribadah. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang artinya, “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan memaafkan umatku apa yang terlintas dalam dirinya selagi ia tidak melakukannya atau mengungkapkan hal itu.” (HR. Bukhari).
Apalagi, salat merupakan waktu khusus untuk bermunajat dan berkomunikasi dengan Allah. Ketika pikiran kita terisi dengan urusan duniawi, maka fokus kita terpecah dan tidak sepenuhnya tertuju kepada Allah. Hal ini tentu mengurangi kualitas ibadah kita.
Berikut Penjelasan Tentang Seseorang yang Berpikir Perkara Dunia Dalam Salatnya
Pertanyaan:
Seseorang melaksanakan salat dengan cara yang benar, yaitu melaksanakan rukun-rukun, kewajiban, dan sunnah-sunnah salat, tetapi sering kali pikirannya teralihkan oleh urusan dunia, kesibukan, dan masalah-masalah duniawi. Apakah salatnya sah?
Jawaban:
Salatnya sah. Namun, ia seharusnya berusaha untuk melawan dirinya sendiri agar dapat memusatkan hatinya pada salat, sehingga pikiran-pikirannya yang berkaitan dengan urusan dunia dapat terhenti. Hal ini adalah bagian dari perjuangan.
Seorang mukmin harus berusaha keras saat ia masuk ke dalam salat, dan berupaya untuk mengumpulkan hatinya agar khusyuk di hadapan Allah, dan untuk menanamkan rasa agung terhadap-Nya. Ia harus mengingat bahwa ia sedang berdiri di hadapan Allah Yang Maha Agung, sehingga ia dapat merasakan kekhusyuan, menghormati sucinya keadaan tersebut, serta memusatkan hatinya dalam rasa takut, dan pengagungan kepada-Nya, serta merenungkan apa yang ia baca dalam salat.
Dijawab oleh: Syeikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz Rahimahullah
Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darb Bi ‘inayatis Syuwai’ir (Jilid 8/ Hal 41,42)
Alih Bahasa: Abu Utsman Surya Huda Aprila