
JAKARTA – Wanita keluar rumah dengan wewangian dalam perspektif Islam memiliki aturan dan hukum yang ketat serta jelas. Apalagi, wanita tersebut keluar rumah ke tempat yang terdapat campur-baur dengan lelaki, lantas apakah boleh perempuan memakai parfurm ke luar rumah?
Berikut Tanya-Jawab Terkait Wanita Keluar Rumah dengan Wewangian:
Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan bagi seorang wanita yang hendak pergi ke sekolah atau rumah sakit atau mengunjungi kerabat atau tetangga, kemudian dia memakai wewangian?
Jawaban:
Diperbolehkan perempuan keluar rumah mengenakan wewangian jika keluarnya itu hanya untuk menuju ke tempat-tempat yang di dalamnya hanya sesama wanita, dan dalam perjalanan tidak berjumpa dengan para lelaki. Namun, jika wanita keluar rumah dengan wewangian itu menuju pasar yang terdapat para lelakinya, maka yang seperti ini tidak diperbolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
أَيُّمَا امرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلا تَشْهَدْ مَعَنَا العِشَاءَ الآخِرَةَ!
“Wanita manapun yang memakai wewangian, maka janganlah dia melaksanakan salat Isya bersama kami!”[1]
Begitu pula dengan hadis-hadis lain yang menyebutkan hal ini. Wanita keluar rumah dengan wewangian ke jalanan atau tempat-tempat yang banyak kaum lelaki, termasuk juga masjid-masjid, adalah salah satu sebab terjadinya fitnah. Selain itu yang harus diperhatikan bagi para wanita ialah diwajibkannya berhijab bagi mereka dan menghindari tabarruj. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala berikut,
﴿ وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى ﴾
“Menetaplah kalian (wahai para wanita) di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian ber-tabarruj (berhias lagi bertingkah laku) sebagaimana para wanita Jahiliyyah dahulu.”[2]
Di antara bentuk tabarruj adalah menampakkan keelokan dan keindahan anggota tubuh, semisal wajah, kepala dan yang semisalnya.
Sumber:
Khalid bin Abdurrahman al-Juraisy, al-Fataawaa asy-Syar’iyyah fii al-Masaa-il al-‘Ashriyyah min Fataawaa ‘Ulamaa al-Balad al-Haraam, Bab: Fataawaa Nisaa-iyyah, no. 15, hal. 1079-1080 (Cet. Pertama, th. 1999M/1420H), disampaikan oleh Syekh Bin Baz rahimahullah, dalam Majaalah ad-Da’wah, 18/4/1410 H.
Alih Bahasa:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1] HR. Muslim, no. 444.
[2] QS. Al-Ahzab: 33.