
JAKARTA – Amar makruf nahi munkar adalah salah satu pilar penting dalam ajaran Islam. Secara harfiah, amar ma’ruf berarti mengajak kepada kebaikan, sedangkan nahi munkar berarti mencegah dari kemungkaran. Lantas apakah setiap Muslim harus beramar makruf nahi munkar?
Timbul pertanyaan, “Mengapa kita harus beramar makruf nahi munkar?” Jawabannya ialah karena:
1. Hukumnya Wajib
Menegakkan amar makruf nahi munkar hukumnya adalah wajib. Dalilnya ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam Al-Qur’an, Allah ‘azza wa jalla berfirman mengenai wasiat Lukman keada putranya,
﴿ يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَآ أَصَابَكَۖ إِنَّ ذٰلِكَ مِن عَزْمِ الأُمُورِ ﴾
“Wahai anakku, dirikanlah salat, ajaklah manusia untuk berbuat kebaikan dan cegahlah mereka dari hal-hal yang mungkar, lalu bersabarlah atas apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang sangat penting.” [1]
Dalam ayat yang lain disebutkan, bahwa Allah ta’ala berfirman,
﴿ كُنْتُمْ خَيرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمنُونَ بِاللهِ ﴾
“Kalian (wahai umat Islam) adalah umat terbaik yang Allah lahirkan untuk manusia, hal ini dikarenakan kalian melakukan amar makruf dan nahi munkar, serta beriman kepada Allah.” [2]
Ketika Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu membaca ayat ini, beliau mengatakan, “Wahai sekalian manusia, barangsiapa yang ingin termasuk dari umat tersebut, maka hendaknya dia menunaikan syariat Allah (yaitu beramar makruf nahi munkar)!” [3]
Dalam sebuah hadis juga disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَن رَأَى مِنكُم مُنكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، وَإِنْ لَم يَسْتَطِعِ فَبِقَلْبِهِ، وَذٰلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ.
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman seseorang.” [4]
2. Agar Terhindar dari Azab yang Disamaratakan
Ketika ahlul haq diam, tidak mau menegur ahlul batil, maka sangat dikhawatirkan Allah tabaraka wa ta’ala akan menurunkan azab secara merata. Orang yang saleh maupun tidak akan diazab semua. Hal ini dikarenakan kemungkaran dibiarkan begitu saja tanpa adanya pengingkaran.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah memperingatkan,
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ فَلَم يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيهِ، أَوشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ.
“Sungguh, apabila manusia melihat salah seorang dari mereka melakukan perbuatan zalim (kejahatan) namun kok diam saja, tidak mau mencegahnya, hampir saja Allah menimpakan azab secara merata kepada mereka.”[5] Allah ‘azza wa jalla berfirman,
﴿ وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَّا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُم خَآصَّةًۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ العِقَابِ ﴾
“Jagalah diri kalian dari azab yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim di antara kalian. Ketahuilah, sesungguhnya azab Allah begitu sangat pedih!”[6]
Dalam sebuah hadis juga disebutkan, bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menemui Zainab binti Jahsy radhiyallahu’anha dalam keadaan cemas seraya bersabda,
لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَيلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ، فُتِحَ اليَومَ مِن رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ (وَحلَّقَ بِإِصْبَعِهِ الإِبْهَامَ وَالَّتِي تَلِيهَا).
“Laa ilaaha illallaah! Celaka orang-orang Arab, keburukan sudah semakin mendekat! Pada hari ini dinding yang menutup tembok Ya’juj dan Ma’juj terbuka selebar ini (beliau melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya).”
Zainab pun bertanya,
يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ ؟!
“Wahai Rasulullah, apakah kami akan binasa sementara di sekitar kami masih banyak orang-orang yang saleh?”
Beliau menjawab,
نَعَم، إِذَا كَثُرَ الخَبَثُ.
“Iya, apabila keburukan telah tersebar di mana-mana.”[7]
3. Amar Makruf Nahi Munkar Agar Hati Tidak Mati
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu pernah mengatakan,
هَلَكَ مَنْ لَمْ يَعْرِفْ قَلْبُهُ الْمَعْرُوفَ وَيُنْكِرُ قَلْبُهُ الْمُنكَرَ!
“Sungguh telah binasa (mati) hati seseorang yang tidak bisa mengetahui perkara yang makruf dan tidak mampu untuk mengingkari perkara yang mungkar!” [8]
Ditulis Oleh:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
Disarikan dari buku “Amar Makruf Nahi Munkar”, karya al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz rahimahullah
[1] QS. Lukman: 17.
[2] QS. Ali ‘Imran: 110.
[3] Imam asy-Syaukani, Fath al-Qadiir, hal. 1/610. Tahqiiq: Dr. Abdurrahman bin Umairah.
[4] HR. Muslim, no. 49, Abu Dawud, no. 1140, dan at-Tirmidzi, no. 2172.
[5] HR. Abu Dawud, no. 4338, dari Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu.
[6] QS. Al-Anfal: 25.
[7] HR. Al-Bukhari, no. 3346 dan Muslim, no. 2880.
[8] Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir, no. IX/8564, dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, no. 38577.