
JAKARTA – Pada artikel serial bulan Ramadan kali ini akan dijelaskan makna sesungguhnya berpuasa. Tentu saja, setiap muslim bisa berpuasa pada hari dan bulan-bulan lain, tapi saat Ramadan tentu sangat istimewa.
Bulan Ramadan identik dengan ibadah puasa. Seringkali, ketika mendengar kata Ramadan, maka otak kita langsung mengarah ke ibadah puasa. Mengapa bisa demikian? Karena puasa adalah ibadah yang setiap hari dikerjakan pada bulan tersebut, baik yang muda maupun tua, laki-laki maupun wanita (yang tidak ada ‘udzur syar’i), mereka semua mengerjakannya. Tapi ngomong-ngomong masalah puasa, sudahkah kita tahu apa pengertian dari puasa dan hukumnya?
Nah inilah masalah yang cukup menarik untuk dibahas sebelum kita masuk ke tema pembahasan tentang istimewanya bulan Ramadan.
Mari Kita Bahas Lebih Dalam Serial Bulan Ramadan Tentang Pengertian Puasa
Puasa atau shiyaam, secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu.[1] Sedangkan menurut istilah, yaitu:
الإمساك عن الأكل، و الشرب، و سائر المفطرات مع النية، من طلوع الفجر الصادق إلى غروب الشمس.
“Menahan diri dari makan, minum, dan pembatal-pembatal lainnya yang disertai dengan niat, sejak dari terbit fajar Shadiq sampai terbenamnya matahari.”[2]
Perlu kita ketahui bersama, bahwa Fajar itu terbagi menjadi dua; (1) fajar Shadiq, dan (2) fajar Kadzib. Fajar Shadiq, yaitu sebuah cahaya yang memancar lagi membentang di waktu Subuh. Cahaya tersebut sebagai tanda bahwa waktu malam telah berakhir yang kemudian berganti dengan permulaan pagi. Pada saat inilah kita dilarang untuk makan, minum dan berjimak ketika berpuasa.
Sedangkan yang dimaksud dengan fajar Kadzib, yaitu sebuah cahaya yang muncul setelah fajar Shadiq. Ia memancar terang ke atas. Jika boleh digambarkan, cahaya tersebut bentuknya hampir mirip ekor serigala.
Jika ada seorang muslim yang berpuasa, lalu dia makan bakso di siang hari karena lupa, tidak ada niatan sama sekali untuk membatalkan puasanya, lalu dia baru ingat setelah memakan beberapa butir bakso, kemudian berhenti tidak melanjutkannya, maka puasanya tidak batal. Namun jika dia tetap melanjutkan dalam keadaan sadar (baca: pura-pura lupa), maka puasanya batal.
Bersambung insya Allah …
Ditulis Oleh:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H
[1]Al-Fikh al-Muyassar, hal. 151.
[2]Ibid, hal. 151.