SEJARAH PENSYARIATAN SHALAT DALAM ISLAM

HUKUM SESEORANG YANG BANYAK BERPIKIR TENTANG PERKARA DUNIA DALAM SALATNYA SEJARAH PENSYARIATAN SHALAT DALAM ISLAM

JAKARTA – Segala puji bagi Allah yang telah memberikan syariat yang penuh hikmah kepada umat manusia. Shalat lima waktu adalah salah satu rukun Islam yang sangat penting. Namun, bagaimana sejarah pensyariatannya? Tulisan ini akan menjelaskan perjalanan shalat dari awal mula diwajibkannya hingga menjadi bentuk yang kita kenal sekarang.

Shalat Lima Waktu Diwajibkan pada Malam Isra dan Mi’raj

Shalat lima waktu pertama kali diwajibkan pada malam Isra dan Mi’raj, setahun setengah sebelum peristiwa hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah menceritakan bagaimana Allah awalnya memerintahkan 50 kali shalat dalam sehari semalam.

Namun, atas saran Nabi Musa ‘alaihis salam, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali memohon keringanan hingga jumlahnya dikurangi menjadi lima kali dalam sehari. Meskipun hanya lima waktu, Allah tetap memberikan pahala seperti melaksanakan 50 kali shalat.

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari (349) dan Shahih Muslim (162):

قَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، لِكُلِّ صَلَاةٍ عَشْرٌ، فَذَلِكَ خَمْسُونَ صَلَاةً.

“… Ia (Allah) berfirman: “Wahai Muhammad, sesungguhnya (shalat) itu lima waktu setiap hari dan malam, untuk setiap shalat (pahalanya) sepuluh kali lipat, maka itu sama dengan lima puluh shalat.” [1]

Para ulama sepakat bahwa shalat lima waktu baru diwajibkan pada malam Isra dan Mi’raj [2]. Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa setelah pensyariatan tersebut, rincian tentang tata cara, syarat, dan rukunnya dijelaskan secara bertahap [3].

Jibril Mengajarkan Waktu Shalat

Setelah diwajibkan, Jibril ‘alaihis salam turun pada pagi hari setelah malam Isra dan Mi’raj untuk mengajarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu-waktu shalat.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz suatu hari menunda pelaksanaan shalat. Maka, Urwah bin Zubair masuk menemuinya dan memberitahukan bahwa Al-Mughirah bin Syu’bah pernah menunda shalat suatu hari ketika ia berada di Kufah.

Lalu, Abu Mas’ud Al-Anshari menemuinya dan berkata: “Apa ini, wahai Mughirah? Bukankah kamu tahu bahwa Jibril turun, lalu beliau (Jibril) shalat, maka Rasulullah ﷺ pun shalat. Kemudian beliau (Jibril) shalat lagi, maka Rasulullah ﷺ pun shalat lagi. Begitu seterusnya hingga lima kali shalat, lalu beliau (Jibril) berkata: ‘Inilah yang diperintahkan kepadaku.'” [4]

Umar lalu berkata kepada Urwah: “Perhatikan apa yang kamu ceritakan, wahai Urwah! Benarkah Jibril-lah yang menentukan waktu shalat bagi Rasulullah ﷺ?” Urwah menjawab: “Demikianlah Basyir bin Abu Mas’ud menceritakan dari ayahnya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Jibril mengajarkan waktu shalat pada pagi hari setelah malam Isra dan Mi’raj. [5]

Shalat Sebelum Isra dan Mi’raj

Dalam “Al-Mausu‘ah Al-Fiqhiyyah” (27/52-53) disebutkan:

“Asal kewajiban shalat sudah ada di Makkah pada awal Islam, sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat Makkiyah yang turun pada permulaan risalah dan menganjurkan shalat. Adapun shalat lima waktu dalam bentuknya yang dikenal sekarang, diwajibkan pada malam Isra dan Mi’raj.”

Pendapat ini menunjukkan bahwa bentuk shalat sudah diperintahkan sejak awal Islam, tetapi shalat lima waktu dengan tata cara seperti yang kita kenal saat ini baru diwajibkan kemudian.

Beberapa ulama berpendapat bahwa shalat sebelum Isra dan Mi’raj hanya berupa dua rakaat pada pagi hari (ghadah) dan dua rakaat pada sore hari (‘asyi).

Dalam kitab “Fathul Bari” karya Al-Hafizh Ibnu Hajar disebutkan:

“Sekelompok ulama berpendapat bahwa sebelum Isra, tidak ada shalat yang diwajibkan kecuali shalat malam tanpa batasan tertentu. Al-Harbi menyatakan bahwa shalat yang diwajibkan saat itu adalah dua rakaat pada waktu pagi dan dua rakaat pada waktu sore. Imam Asy-Syafi’i juga meriwayatkan dari sebagian ulama bahwa shalat malam diwajibkan, kemudian dihapus dengan firman Allah Ta’ala: “Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an.” Maka kewajiban itu berubah menjadi sebagian malam, kemudian dihapus lagi dengan kewajiban shalat lima waktu.” [6]

Wallahu a’lam bish-shawab.

Ditulis Oleh:
Abu Utsman Surya Huda Aprila

[1] HR Bukhari (349) dan Muslim (162)
[2] Lihat: “Fathul Bari” karya Ibnu Rajab (2/104).
[3] “Tafsir Ibnu Katsir” (7/164).
[4] HR Al-Bukhari (522) dan Muslim (611)
[5] “Syarh Al-‘Umda” (4/148).
[6] Lihat “Fathul Bari (1/465)

Related Posts

  • All Post
  • Doa-Doa
  • Kajian Islam
  • Khotbah Jumat
  • Muamala
  • Tanya Ulama
    •   Back
    • Akhlak
    • Fiqih
    • Hadis
    • Sirah Sahabat
    • Tafsir
    • Umum
    •   Back
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
    •   Back
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    •   Back
    • Rukun Islam
    • Rukun Iman
    • Umum
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
Adobe Stock

June 17, 2025/

JAKARTA – Setiap orang, pasti akan merasa bahagia jika dicintai, termasuk meraih cinta Allah. Dia akan...

Edit Template

Yuk Subscribe Kajian Sunnah

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Popular Posts

No Posts Found!

Trending Posts

No Posts Found!

© 2024 Kajiansunnah.co.id