SHALAT TARAWIH BAGI YANG SEDANG SAFAR ATAU BERPERGIAN

SHALAT TARAWIH BAGI YANG SEDANG SAFAR ATAU BERPERGIAN

JAKARTA – Melaksanakan shalat tarawih bagi yang sedang safar atau berpergian dalam perjalanan ada sejumlah aturan tetapi tak menyulitkan. Islam memberikan kemudahan bagi musafir, termasuk dalam pelaksanaan shalat ini.

Alhamdulillah, shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia mengikuti ajarannya.

Shalat Tarawih di bulan Ramadan merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Shalat ini termasuk dalam kategori shalat malam yang dimuliakan oleh Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya

“كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ”

“Dahulu mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam” (QS. Adz-Dzariyat: 17)

Ayat ini menggambarkan bahwa orang-orang yang shalat malam adalah orang-orang yang diberi kemuliaan oleh Allah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah meninggalkan shalat malam, baik dalam keadaan mukim (tinggal di satu tempat) maupun saat bepergian.

Hal ini ditegaskan oleh Ibnul Qayyim dalam bukunya Zadul Ma’ad (1/311), yang menyatakan

ولم يكن صلى الله عليه وسلم يدع قيام الليل حضرا ولا سفرا ، وكان إذا غلبه نوم أو وجع صلى من النهار ثنتي عشرة ركعة” انتهى

“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat malam, baik dalam keadaan mukim maupun musafir. Bahkan, jika beliau tertidur atau sakit, beliau tetap melaksanakan shalat dari siang hari sebanyak dua belas rakaat.”

Shalat Tarawih dalam Perjalanan (Safar)

Shalat Tarawih pada bulan Ramadan adalah shalat yang dilaksanakan pada malam hari setelah shalat Isya, dan ini merupakan bagian dari shalat malam. Tidak hanya bagi mereka yang tinggal di suatu tempat, shalat Tarawih juga dianjurkan untuk dilaksanakan oleh musafir (orang yang sedang bepergian). Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun tetap melaksanakan shalat malam saat beliau sedang dalam perjalanan.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (No. 945), Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي السَّفَرِ عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ يُومِئُ إِيمَاءً ، صَلَاةَ اللَّيْلِ ، إِلَّا الْفَرَائِضَ ، وَيُوتِرُ عَلَى رَاحِلَتِهِ

“Dahulu Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam dalam perjalanan, di atas kendaraan, dengan menggerakkan kepala, kecuali untuk shalat fardhu. Beliau juga berwitir di atas kendaraan.”

Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam tetap melaksanakan shalat malam, meski dalam perjalanan jauh, dengan cara yang sesuai dengan kondisi saat itu, yaitu dengan isyarat (menggerakkan kepala).

Sholat Sunnah yang ditinggalkan ketika safar

Dalam perjalanan, seorang musafir tidak perlu meninggalkan semua jenis shalat sunnah. Shalat sunnah yang ditinggalkan hanya shalat sunnah rawatib, yaitu sebelum dan setelah shalat Zuhur, shalat rawatib Maghrib, dan shalat rawatib Isya.

Adapun, shalat sunnah lainnya, termasuk shalat malam seperti Tarawih, tetap dianjurkan, baik bagi musafir maupun yang mukim.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (No. 1112), Dari Hafs bin Ashim bin Umar bin Al-Khattab, ia berkata: “Saya menemani Ibn Umar dalam perjalanan menuju Mekkah, lalu ia shalat Zuhur dua rakaat untuk kami. Kemudian kami berjalan bersamanya hingga sampai di tempat peristirahatannya, lalu ia duduk dan kami duduk bersamanya. Ketika itu, ia melihat sekelompok orang yang sedang berdiri. Ia pun bertanya, ‘Apa yang mereka lakukan?’ Saya menjawab, ‘Mereka sedang shalat sunnah (rawatib).’ Ibn Umar berkata, ‘Seandainya saya ingin shalat sunnah, saya akan menyempurnakan shalat saya (dengan empat rakaat), tetapi saya tidak melakukannya. Saya menemani Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan, dan beliau tidak pernah menambah lebih dari dua rakaat hingga Allah memanggilnya. Saya juga menemani Abu Bakar, dan beliau tidak menambah lebih dari dua rakaat hingga Allah memanggilnya. Begitu juga dengan Umar, beliau tidak menambah lebih dari dua rakaat hingga Allah memanggilnya. Kemudian saya menemani Utsman, dan beliau juga tidak menambah lebih dari dua rakaat hingga Allah memanggilnya. Dan Allah berfirman, ‘Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam teladan yang baik bagi kalian.'”

Adapun perkataan Ibn Umar, “Seandainya saya ingin shalat sunnah, saya akan menyempurnakan shalat saya (dengan empat rakaat),” maksudnya adalah: jika saya memilih untuk shalat sunnah, maka saya akan menyempurnakan shalat fardhu saya menjadi empat rakaat, namun saya lebih memilih untuk tidak melakukannya. Sunnah yang dianjurkan adalah memperpendek (dengan dua rakaat) dan meninggalkan shalat sunnah rawatib.”

Pandangan Ulama Tentang Shalat Tarawih bagi Musafir

Para ulama, termasuk dalam fatwa dari Komite Fatwa Lajnah Daimah menyatakan bahwa shalat Tarawih tetap disunahkan bagi musafir:

وكان صلى الله عليه وسلم يسافر في رمضان، ومن ذلك سفره صلى الله عليه وسلم لفتح مكة، فقد خرج صلى الله عليه وسلم لعشر مضين من رمضان في سنة ثمان من الهجرة، قال ابن القيم: (ولم يكن صلى الله عليه وسلم يدع قيام الليل حضراً ولا سفراً، وكان إذا غلبه نوم أو وجع صلى من النهار اثنتي عشرة ركعة) وبذلك يتبين أنهم إذا صلوها في سفر فقد أصابوا السنة” انتهى
فتاوى اللجنة الدائمة 7/206

Dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bepergian di bulan Ramadan, di antaranya adalah perjalanan beliau untuk Fathu Mekkah. Beliau berangkat pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan tahun kedelapan Hijriyah. Ibnul Qayyim mengatakan:

“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat malam, baik dalam keadaan mukim maupun musafir. Bahkan, jika beliau tertidur atau sakit, beliau tetap melaksanakan shalat dari siang hari sebanyak dua belas rakaat.” Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jika seseorang melaksanakan shalat Tarawih saat bepergian (safar) , maka ia telah mengikuti sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Fatwa Lajnah Daimah (7/206).

Kesimpulan

Shalat Tarawih adalah ibadah yang sangat dianjurkan dan menjadi sunnah yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam keadaan mukim maupun musafir. Meskipun ada kelonggaran dalam shalat sunnah lainnya bagi musafir, shalat Tarawih tetap dianjurkan untuk dilakukan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Sebagai umat yang mengikuti sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kita dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Tarawih meskipun dalam perjalanan, sebagai bentuk ketaatan dan penghambaan kepada Allah Ta’ala. Semoga Allah senantiasa memberikan kita kemudahan dalam beribadah dan menerima amalan kita.

Wallahu A’lam.

Ditulis Oleh: Abu Utsman Surya Huda Aprila

Related Posts

  • All Post
  • Doa-Doa
  • Kajian Islam
  • Khotbah Jumat
  • Muamala
  • Tanya Ulama
    •   Back
    • Akhlak
    • Fiqih
    • Hadis
    • Sirah Sahabat
    • Tafsir
    • Umum
    •   Back
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
    •   Back
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    •   Back
    • Rukun Islam
    • Rukun Iman
    • Umum
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
Adobe Stock

June 17, 2025/

JAKARTA – Setiap orang, pasti akan merasa bahagia jika dicintai, termasuk meraih cinta Allah. Dia akan...

Edit Template

Yuk Subscribe Kajian Sunnah

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Popular Posts

No Posts Found!

Trending Posts

No Posts Found!

© 2024 Kajiansunnah.co.id