SA’ID BIN AMIR SEORANG PEMIMPIN YANG FAKIR

SA’ID BIN AMIR SEORANG PEMIMPIN YANG FAKIR

JAKARTA – Bismillaah, wal hamdulillaah, wash sholaatu was salaamu’alaa rasulillah, amma ba’d: Dahulu, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu pernah melantik Sa’id bin Amir al-Jumahi radhiyallahu’anhu menjadi seorang pemimpin di Himsho (Homs), sebuah daerah yang berada di Suriah.

Pada suatu hari, ada beberapa utusan dari Himsho mendatangi Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu untuk suatu tugas. Ketika mereka sudah sampai di kediaman Umar, maka beliau berkata,

اُكْتُبُوا لِي أَسْمَاءَ فُقَرَائِكُمْ لِأُعْطِيَهُمْ مِن مَالِ الْمُسْلِمِيْنَ.

“Kalian tulislah untukku nama-nama orang fakir yang ada di antara kalian, supaya aku bisa memberikan harta untuk mereka dari simpanan kaum muslimin.”

Mereka pun menulis nama-nama tersebut, dan di dalamnya terdapat nama Sa’id bin Amir. Ketika Umar mengetahui hal tersebut, maka ia bertanya untuk memastikan, “Siapakah Sa’id bin Amir ini yang kalian maksud?”

Mereka menjawab, “Beliau adalah pemimpin kami.” “Pemimpin kalian termasuk dari orang-orang yang fakir?!” Tanya Umar heran.

Mereka menjawab,

نَعَمْ، وَاللهِ إِنَّه تَمُرُّ عَلَيْهِ الأَيَّامُ الطَّوِيْلَةُ مَا تُوقَدُ فِي بَيْتِهِ نَارٌ.

“Iya, beliau pemimpin kami. Demi Allah, sudah banyak hari-hari yang berlalu sementara tak terlihat api di dalam rumahnya.”

Mendengar apa yang disampaikan oleh mereka, Umar pun menangis, kemudian menaruh seribu dirham ke dalam sebuah kantong untuk diberikan kepada Sa’id bin Amir, seraya berkata,

أَعْطُوهُ هَذِهِ الدَّنَانِيْرَ لِيَعِيْشَ مِنْهَا.

“Berikan dinar yang banyak ini kepadanya, untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.”

Mereka pun menerima dinar tersebut, kemudian kembali ke Himsho. Ketika sampai di kediaman Sa’id bin Amir, mereka memberikan kantong yang berisi dinar tersebut kepadanya. Setelah menerima dan membuka isinya, Sa’id pun berkata, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun!”

Ucapannya ini didengar oleh sang istri, maka ia pun bertanya,

مَا الأَمْرُ؟ هَلْ تُوُفِّيَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ؟

“Apa yang terjadi wahai suamiku, apakah Amirul Mukminin (Umar) telah wafat?”

Beliau menjawab,

الأَمْرُ أَعْظَم مِنْ ذَلِكَ، دَخَلَتْ عَلَيَّ الدُنْيَا لِتُفْسِدَ آخِرَتِي.

“Perkaranya jauh lebih besar (jauh lebih dahsyat) dari itu. Dunia mulai menghampiriku dan mulai untuk menghancurkan akheratku.”

Istrinya berkata, “Berlepas dirilah engkau darinya! Jangan sampai itu terjadi!” Saat itu, sang istri tidak mengetahui sama sekali apa itu dinar. Jadi, dia benar-benar wanita yang sangat zuhud pada saat itu.

Amir pun bertanya kepada istrinya,

أَوَ تُسَاعِدِيْنَنِي عَلَى ذَلِكَ؟

“Apakah engkau mau membantuku untuk berlepas diri darinya, wahai istriku?”

“Iya, mau,” jawab sang istri.

Maka, mereka pun membagikan dinar-dinar tersebut kepada para fakir miskin dan sisanya untuk kaum muslimin pada umumnya.[1]

Faedah Kisah Umar Umar bin al-Khaththab dan Sa’id bin Amir al-Jumahi:[2]

1. Pentingnya sifat amanah bagi seorang pemimpin

Faedah yang pertama ini kita ambil dari hebatnya sikap Umar terhadap rakyatnya. Sangat perhatian dan begitu dermawan. Tidak ingin sama sekali ada rakyatnya yang hidup susah. Inilah bentuk dari menjalankan amanah bagi seorang pemimpin.

Amanah merupakan suatu hal yang besar di sisi Allah, suatu yang agung dalam agama Islam, merupakan sifat orang yang beriman, dan menjadi ciri khas sifat yang membembedakan antara orang mukmin dan munafiq.

Dalam sebuah riwayat disebutkan,

لَا إِيْمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَه، وَلا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ.

“Rusaklah keimanan seseorang yang tidak menjalankan amanah, rusaklah agama seseorang yang tidak menepati janjinya.”[3]

Allah ta’ala mengingatkan,

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghianati Allah dan Rasul-Nya, jangan pula kalian menghianati amanah kalian padahal kalian mengetahuinya.”[4]

Contoh berkhianat kepada Allah: murtad. Contoh berkhianat kepada Rasul: merubah atau mengurangi, atau menambah-nambah syariat beliau.

Timbul pertanyaan, “Siapa sajakah yang tidak boleh berkhianat?” jawabannya; semua orang. Mereka tidak boleh berkhianat atas amanah yang diberikan kepadanya, terlebih lagi seorang pemimpin, di mana ia memikul beban amanah yang jauh lebih berat lagi banyak. Kelak, akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. فَالأَمِيرُ الَّذِي على النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُمْ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْؤُولَةٌ عَنهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُ. أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.

“Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin, dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Al-Amir (pemimpin negara) yang memimpin banyak manusia, kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang suami yang memimpin keluarganya di rumah, juga akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang istri yang memimpin (mengurus) rumah dan anak-anaknya juga akan dimintai pertanggungjawaban. Bahkan sampai seorang budak pun akan dimintai pertanggungjawaban atas penjagaan harta tuannya. Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian kelak akan ditanya atas kepemimpinannya.”[5]

2. Pentingnya memperhatikan keadaan orang-orang fakir di sekitar kita

Terlebih bagi kita yang memiliki kelebihan harta. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Umar, ketika mengetahui bahwa ada rakyatnya, bahkan gubernurnya yang fakir, beliau langsung memberikan seribu dinar. Nggak tanggung-tanggung.

Inilah kriteria orang fakir yang paling pantas untuk kita beri, yaitu mereka yang tidak minta-minta dan tidak kelihatan miskin. Demikianlah yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an,

﴿ لِلْفُقَرَآءِ الَّذِيْنَ أُحْصِرُوا في سَبِيلِ اللهِ لَا يَسْتَطِيْعُونَ ضَرْبًا فِي الأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الجاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمَاهُمْ لَا يَسْألُونَ النَّاسَ إِلْحَافًاۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ ﴾.

“(Apa yang engkau infakkan itu) adalah untuk orang-orang fakir[6] yang terhalang (usahanya karena berjihad) di jalan Allah, sehingga mereka tidak bisa bekerja di bumi. (Orang lain) yang tidak tahu mengira, bahwa mereka adalah orang-orang kaya, dikarenakan tidak meminta-minta. Engkau (wahai Muhammad) mengenali mereka beserta ciri-cirinya. Mereka tidak meminta bantuan secara paksa kepada orang lain. Harta apapun yang kalian infakkan untuk mereka, sungguh, Allah Maha Mengetahuinya.”[7]

Orang yang perlu kita perhatikan yang pertama kali yaitu keluarga, setelah itu barulah tetangga. Sebisa mungkin jangan sampai ada tetangga yang kelaparan, sementara kita kekenyangan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengingatkan,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ.

“Bukanlah termasuk seorang mukmin; orang yang perutnya kenyang sementara tetangganya kelaparan.”[8]

3. Lembutnya hati sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam

Faedah ini kita ambil ketika Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu menangis melihat keadaan salah satu gubernurnya yang miskin. Padahal, beliau terkenal dengan ketegasannya, namun ketika melihat saudaranya yang seiman dan seakidah berada dalam kesusahan hidup, beliau tersentuh hatinya hingga meneteskan air mata. Tentu, hal ini menunjukkan bahwa hati beliau sangat lembut, dan air mata yang jatuh menunjukkan kelembutan hati seseorang.

Bagaimana supaya hati kita bisa lembut? Di antara caranya ialah dengan tidak banyak tertawa, karena banyak tertawa bisa mematikan hati. Dalam sebuah riwayat disebutkan,

وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ القَلْبَ.

“Janganlah kalian banyak tertawa, karena sesungguhnya banyak tertawa itu bisa mematikan hati.”[9]

4. Betapa hina dan bahayanya perkara dunia

Allah ta’ala mengingatkan kepada kita, bahwa dunia penuh dengan tipu daya, permaianan dan fitnah. Sedangkan kehidupan akherat adalah kehidupan yang nyata.

﴿ اِعْلَمُوا أَنَّمَا الحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَزِيْنَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الأَمْوَالِ وَالأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يُكُونُ حُطَامًا وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الغُرُورِ ﴾.

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan, senda gurauan, perhiasan, saling bangga di antara kalian, serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan. Seperti halnya hujan yang turun, kemudian menumbuhkan tanaman para petani sehingga mereka kagum, setelah itu tanaman tersebut menguning dan hancur (demikianlah dunia, kenikmatannya tidak lama). Di akherat nanti aka nada azab yang keras dan adapula keridaan dari Allah ta’ala. Ketahuilah, kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang semu.”

Lalu mengapa Allah menciptakan dunia ini untuk kita? Jawabannya ialah sebagai ujian, manakah di antara para hamba-Nya yang keimanannya baik dan mana yang tidak. Allah berfirman,

﴿ إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلى الأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ﴾.

“Sesungguhnya Kami menjadikan apa saja yang ada di bumi sebagai perhiasan, dengan tujuan untuk menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.”[10]

Di antara bentuk perhiasan yang menjadi ujian bagi manusia, terutama kaum muslimin, ialah harta. Dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَإِنَّ فِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ.

“Sesungguhnya setiap umat itu memiliki fitnah (ujian), dan fitnah yang menimpa umatku adalah harta.”[11]

5. Pentingnya memiliki istri yang salehah

Di antara ciri dari sifat istri yang salehah, ialah membantu suaminya dalam ketaatan, bukan dalam kemaksiatan.

Kisah ini bukan mengajarkan kepada kita untuk hidup miskin, namun berusahalah untuk tidak tamak dengan dunia, karena dunia beserta seisinya bisa menjadi fitnah, dan merusak agama kita.

Demikian, semoga yang sedikit ini bermanfaat. Washallallahu’ala nabiyyina muhammadin wa ‘ala alihi wa ashhabihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumiddin.

Ditulis oleh:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H

[1] Silsilah Ta’liimil lughatil ‘Arabiyyah (al-Mustawats tsaaniy), hal. 68.
[2] Beberapa faedah ini kami nukil dari buku Al-Qashashul ‘Aathifiyyah, hal. 56-64.
[3] HR. Ahmad, no. 12108. Dinilai hasan oleh Syekh Syu’aib al-Arna’uth.
[4] QS. Al-Anfal: 27.
[5] HR. Muslim, no. 1829.
[6] Mereka adalah kaum fakir dari kalangan orang-orang Muhajirin yang tinggal di Madinah bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk ikut berjuang di jalan Allah.
[7] QS. Al-Baqarah: 273.
[8] HR. Al-Hakim, no. 2126. Dinilai shahiih oleh Syekh al-Albani.
[9] HR. At-Tirmidzi, no. 2305. Dinilai hasan oleh Syekh al-Albani.
[10] QS. Al-Kahfi: 7.
[11] HR. Ahmad, no. 16826, dan at-Tirmidzi, no. 2336. Dinilai shahiih oleh Syekh Syu’aib al-Arna’uth dan Syekh al-Albani.

Related Posts

  • All Post
  • Doa-Doa
  • Kajian Islam
  • Khotbah Jumat
  • Muamala
  • Tanya Ulama
    •   Back
    • Akhlak
    • Fiqih
    • Hadis
    • Sirah Sahabat
    • Tafsir
    • Umum
    •   Back
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
    •   Back
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    •   Back
    • Rukun Islam
    • Rukun Iman
    • Umum
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
Adobe Stock

June 17, 2025/

JAKARTA – Setiap orang, pasti akan merasa bahagia jika dicintai, termasuk meraih cinta Allah. Dia akan...

Edit Template

Yuk Subscribe Kajian Sunnah

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Popular Posts

No Posts Found!

Trending Posts

No Posts Found!

© 2024 Kajiansunnah.co.id